Dari kiri ke kanan: Moderator, Siti Zuhro, Ruhut Sitompul, Farouk Muhammad dan Hendardi |
Jika biasanya Joko Widodo
selaku presiden yang memberikan rapor merah bagi para menterinya. Kali ini
gantian, Jokowi yang mendapatkan rapor merah dari Wakil Ketua Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) Farouk Muhammad.
Ada sepuluh rapor merah dan
tujuh rapor biru yang disampaikan Guru Besar Kriminologi dan Sistem Peradilan
Pidana tersebut dalam dialog kenegaraan bertema “Evaluasi Satu Tahun
Kepemimpinan Jokowi-JK” pada Rabu, 21 Oktober 2015 di Press Room DPR, Senayan.
Dalam diskusi mingguan ini, turut hadir Anggota Komisi III DPR RI Ruhut
Sitompul, Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro dan Ketua Badan Pengurus Pusat
Setara Institute Hendardi.
10
Rapor Merah yang disampaikan pria bergelar professor dan doktor ini, antara
lain:
- Menurunnya perekonomian Indonesia dari 5,02% pada 2014 menjadi 4,67% tahun 2015, seperti lamanya rancangan dan pencairan APBN dan lemahnya penyerapan anggaran;
- Penduduk miskin bertambah menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS);
- Naiknya harga pangan atau kebutuhan pokok;
- Jumlah pengangguran meningkat dari 7,1% (semester 1 per Oktober 2014) menjadi 7,5% (semester 2, 2015) menurut data Indef atau 7,45 juta jiwa menurut data BPS (Maret 2015);
- Nilai tukar rupiah anjlok;
- Swasembada pertanian dan peternakan jauh dari harapan;
- Pencabutan dan pengalihan dana subsidi yang belum jelas;
- Masalah sosial-politik-hukum masih dikeluhkan masyarakat daerah;
- Pemberantasan korupsi belum jelas, malah ada indikasi pelemahan KPK;
- Penanganan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan yang berlarut-larut.
Sementara
ketujuh rapor biru yang dipaparkan dalam diskusi di atas adalah:
- Ketegasan Susi Pudjiastuti terhadap penangkapan kapal-kapal illegal fishing;
- Pembangunan infrastruktur irigasi direalisasikan, contohnya Waduk Jati Gede, Waduk Nimpah Sampang dan PLTU Batang;
- Penambahan jalan tol dari 25 km menjadi 100 km lebih panjang;
- Mulai ada penyelesaian konkrit dari pemerintah untuk kasus lumpur Lapindo;
- Pembangunan 512 rumah bagi rakyat;
- Kebijakan ekonomi jilid 2 dan 3 dinilai eksesif walau terlambat ditetapkan;
- Penerbitan kartu-kartu yang solusif, seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sejahtera.
Evaluasi pemerintahan,
menurut anggota dewan utusan Nusa Tenggara Barat (NTB) ini penting untuk
menjaga harapan publik tentang perbaikan-perbaikan. Kedua, pemerintahan baru
dimanapun selalu dihadapkan pada harapan yang membuncah.
"Namun acapkali gagal
dalam menjawab ekspektasi rakyat dan menjaga momentum," ujarnya.
Ketiga, negeri ini membutuhkan
evaluasi yang membangun bukan yang saling menjatuhkan. Keempat, beberapa
kinerja pemerintah juga perlu diapresiasi sebagai upaya atau langkah perbaikan
dan tetap mengkritisi keterlambatan dan kebijakan yang tidak tepat sasaran.
Terakhir, menurutnya, pemerintah tidak boleh sekali-kali mengabaikan penilaian
publik karena keberadaannya adalah publik itu sendiri.
Di samping itu, Farouk
menilai pemerintahan Jokowi-JK sebenarnya belum layak untuk dinilai pada
Oktober 2015 ini.
"Kita ketahui mesin kabinet
Jokowi baru mulai (bekerja) pada akhir Desember (2014) itu. Jadi kalau mau
fair, ya agak kuranglah kalau memberikan penilaian Oktober. Walau pada waktu
itu betul pelantikan pada Oktober. Tapi sebetulnya mesin birokrasi itu kita
baru lihat itu akhir Desember lah pada saat itu," jelasnya.
Catatan: Hasil Liputan yang Tidak Dimuat
No comments:
Post a Comment