Labels

Monday, August 25, 2014

R.A. Kartini dalam Moon Embraces The Sun

Hubungan kakak beradik pada masa pra-emansipasi dalam film kolosal drama korea "The Moon that Embraces The Sun" ternyata ada dalam fakta sejarah tokoh perempuan di Indonesia. 

Heo Yoem sedang berdiskusi dengan adik perempuannya Yoen Woo
Siapa yang tak tahu drama kolosal Korea Selatan yang diperankan aktor tampan Kim So Hyun dan aktris cantik Han Ga In ini? Drama ini diproduksi tahun 2012 lalu. Mengisahkan tentang lika-liku cinta antara Raja Lee Hwon dan seorang Shaman bernama Wol. Di negara asalnya, drama ini berhasil menyedot perhatian pemirsanya dengan perolehan tertinggi hingga 42,2%, tercatat mencapai puncak rating ini pada episode terakhir.

Lupakan soal kisah percintaan dalam drama ini. Sebab bukan itu yang hendak saya bahas. Lakon menarik juga diperlihatkan dalam hubungan persaudaraan yang mesra antara Wol, Shaman yang ternyata adalah putri mahkota yang dikira sudah meninggal, dan kakak lelakinya Heo Yeom. Keduanya lahir dari keluarga yang harmonis dan terpelajar. Heo Yoem sendiri dikisahkan sebagai sarjana termuda yang lulus pada usia 17 tahun dan diangkat menjadi guru sastra putra mahkota.

Heo Yoem sangat mengasihi adiknya Yoen Woo. Ia bahkan rela berlutut memohon pada Lee Hwon agar adik perempuannya itu tidak diikutsertakan dalam pemilihan putri mahkota. Karena adiknya hanya akan menjadi calon selir raja seumur hidupnya jika tersisih. Dan otomatis, Yeon Woo tidak akan bisa menikah seumur hidupnya. 

Yoen Woo gemar membaca buku. Pada era joseon, perempuan di Korea sama halnya dengan perempuan lainnya di negara-negara patriarkat, termasuk era kolonial Indonesia, menganut paham perempuan mengurus rumah dan tak perlu bersekolah. Namun Yoen Woo yang terlahir dalam keluarga terpelajar dibiarkan ayah dan kakaknya membaca buku. Hingga Yoen Woo pun tumbuh menjadi gadis yang tak hanya cantik rupawan, juga cerdas. 

Dalam beberapa kesempatan, Heo Yoem terlihat asyik membicarakan soal sastra dan politik dengan adiknya. Yoen Woo lah sumber inspirasi Heo Yoem ketika mengalami masalah dalam mengajarkan Lee Hwon yang bandel. 

Dan di Indonesia, hubungan mesra kakak beradik seperti Heo Yoem dan Yoen Woo melekat pada sosok R.A. Kartini dan kakak lelakinya Sosrokartono.

Dalam buku karya Dri Arbaningsih, Kartini dari Sisi Lain: Melacak Pemikiran Kartini tentang Emansipasi Bangsa diceritakan bagaimana sosok Sosrokartono memegang peranan penting sebagai pemasok bacaan sekaligus tempat bertukar pikiran Kartini.

"Meskipun tidak banyak menulis karya ilmiah, pandangan Sosrokartono tentang kemajuan bangsa amat sejalan dengan Kartini. Dari Sosrokartono-lah Kartini mendapatkan kiriman bacaan buku untuk menyempurnakan penguasaan bahasa Belanda dan menambah ilmu pengetahuan. Menurut keterangan Kartini di dalam suratnya, Sosrokartono senantiasa mendengarkan dengan penuh perhatian tiap kali Kartini menyampaikan gagasannya ... . Sebaliknya, Kartini mendukung pandangan Sosrokartono ... ." (Arbaningsih, 2005: 41)

Doc. Google Image
Selain rajin menuntut ilmu, Kartini juga terampil membatik. Pemikiran-pemikirannya bukan melulu sekadar harkat dan derajat perempuan, lebih dari itu, kebangsaan Jawa. Bangsa Jawa yang apabila diberi kesempatan untuk belajar, maka akan jadi manusia-manusia yang berharkat dan bermartabat. Pendidikan yang berdasarkan nalar dan akhlak dijunjung Kartini guna membangkitkan kebangsaan Jawa.

Sementara Kartini terampil membatik, Yoen Woo pun terampil menyulam. Pemikiran-pemikiran Yoen Woo mengenai kehidupan sosial dan kritik tajamnya terhadap kekaisaran membuahkan kekaguman raja. Putra Mahkota pun berdecak kagum akan kebijakan gadis muda tersebut. 

Yoen Woo pun akhirnya menikah dengan putra mahkota.  Sementara Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat, duda beranak tujuh. Keduanya beruntung karena memiliki suami yang memahami dan mendukung pandangan kritis mereka.