Labels

Saturday, December 10, 2011

Fokus -Pahlawan-

Penghargaan Semu untuk Para Pahlawan
Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa orang – orang hebat dan berjasa, mereka yang telah berjuang tumpah darah untuk seseorang atau bangsa dan negara adalah orang – orang yang pantas disebut pahlawan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan didefinisikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Kepahlawanan merupakan perihal sifat pahlawan seperti keberaniaan, keperkasaan, kerelaan berkorban dan kekesatriaan.

Perlukah sosok pahlawan dalam dunia ini? Melihat keadaan dunia yang semakin hari semakin kacau akibat kerusakan moral manusia, rasanya pahlawan sebagai sosok panutan masih sangat diperlukan kehadirannya. Bahkan mungkin dinantikan. Katakanlah seorang superman misalnya, diharapkan dapat memecahkan masalah – masalah yang tak terpecahkan dan yang ditimbulkan tidak lain dan tidak bukan oleh manusia sendiri.

Pada hakikatnya, ketika seseorang menyandang gelar sebagai pahlawan, mereka diperlakukan secara khusus. Orang – orang memandang mereka dengan berbeda, ada rasa kagum atau mungkin juga iri. Layaknya seorang artis ternama, segala tindakan mereka menjadi sorotan publik. 

Sudah menjadi sifat dasar manusia, hanya mau menerima yang baik-baik dan tidak masalah memberikan yang buruk – buruk atau biasa – biasa saja. Sadarkah kita bahwa para pahlawan juga manusia seperti kita. Mereka juga memiliki kebutuhan dan kepentingan – kepentingan pribadi? 

Siapakah sosok pahlawan favoritmu?
Para pahlawan selayaknya diberikan penghormatan yang tinggi, bukan? Di seluruh dunia, di negara mana pun ketika seseorang dinyatakan sebagai pahlawan, orang tersebut pasti mendapatkan penghormatan yang layak. Sebut saja, Spiderman, salah satu tokoh heroik komik marvel terbitan Amerika. Warga kota New York dapat hidup lebih aman selama ada Spiderman yang menghajar para pelaku kriminal bagi mereka.

Dalam Spiderman 1, kita melihat betapa sosok Spidey ini memang sangat dihormati warga NY. Suatu kali, Spidey kesulitan menolong Mary Jane. Ia dihalang – halangi oleh musuhnya, Green Goblin. Tiba – tiba saja, sebuah batu melayang ke arah Goblin. Warga NY yang lemah dan selalu dibantu Spiderman ini, dengan segenap keberanian menimpuki Goblin. Bersama – sama mereka membantu pahlawan mereka. 

Kemudian dalam Spiderman 2, adegan di kereta ketika Dr. Octopus hendak menangkap Spidey. Spidey kelelahan setelah berhasil menahan laju kereta yang lepas kendali akibat ulah Dr. Octopus. Orang – orang dalam kereta tanpa ragu mengulurkan tangan menahan Spidey tidak terjatuh. Tangan – tangan yang diselamatkan menggiring pahlawan mereka masuk. Tidak lama kemudian datang Dr. Octopus. Penumpang yang semula ketakutan, kali ini memasang badan melindungi pahlawan mereka.

Entah siapa yang sesungguhnya pahlawan dari kisah tersebut. Bagi warga NY, Spidey adalah sosok pahlawan sejati. Mungkin bagi Spidey, warga NY yang kadang kala membantu juga layak disebut pahlawan.

Entahlah, namun yang pasti, dari kisah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa pahlawan sejati adalah pahlawan yang dapat memancarkan kekesatriaannya dan mampu mempengaruhi orang – orang di sekitarnya untuk juga bertindak heroik. Pahlawan sejati tidak egois.

Pahlawan juga manusia. Ada saat mereka juga butuh pertolongan.
Ketika kita menyalurkan hal – hal positif, dengan sendirinya hal – hal positif pun kita terima. You reap what you sow.

Sayangnya, fakta menunjukkan pahlawan sekarang ini tidak lagi memiliki tempat di hati masyarakat. Tidak banyak pemuda yang mengingat Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada 10 November, apalagi mengetahui sejarahnya dan lebih sedikit lagi yang paham.

Selasa, 8 November 2011, diselenggarakan upacara penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penganugerahan gelar pahlawan diberikan kepada “Almarhum” Mantan Gubernur Bank Indonesia Syafruddin Prawiranegara (28 Februari 1911 – 15 Februari 1989) serta pendiri Partai Katolik IJ Kasimo Hendrowahyono (1900 – 1 Agustus 1986).

Mengapa baru sekarang?
Aneh bin ajaib, di Indonesia para pahlawan diberi penghormatan ketika mereka telah tutup usia. Mendadak pemerintah kita teringat pada jasa – jasa mereka dan menyadarinya ketika mereka sudah tidak ada untuk menuai benih positif yang mereka tanam.

Mengapa penghargaan tersebut baru diberikan setelah para pahlawan tersebut meninggal? Mengapa harus menilik yang tiada sementara terpampang bergelimpangan yang ada.

Para TKI, para pahlawan revolusi maupun refomasi yang sudah banyak berjuang, mempertaruhkan harkat martabat hingga nyawa mereka demi kemerdekaan bangsa. Baik pada masa kolonialisme maupun yang sekarang sedang dan masih terus berjuang melawan neokolonialisme bagi bangsa dan negara ini.
Mengapa tidak kita tengok saja mereka. Dibandingkan penganugerahan gelar, penghargaan berupa pemenuhan kebutuhan hidup yang layak lebih mereka perlukan. Untuk apa nama yang harum dan termahsyur, ketika rumahmu segera menjadi tinggal kenangan?

Di Surabaya, ada pak Sunaryo. Beliau adalah mantan pejuang kemerdekaan. Satu di antara beribu – ribu arek Suroboyo yang mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan kotanya pada 10 November 1945. Sekarang beliau berprofesi sebagai tukang becak. Seiring perkembangan jaman, becak mulai sepi penumpang. Pendapatan pak Sunoryo sebagai tukang becak tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari keluarganya. Hingga akhirnya media menyoroti kehidupan pak Sunaryo. Pemerintah memberi uang bulanan kepada beliau sebesar Rp. 750. 000, 00. Namun, sejumlah itu masih tidak cukup untuknya memperbaiki rumah dan kebutuhan lainnya.

Di mana sebenarnya pemerintah demokratis kita yang menjunjung tinggi HAM? Ketika pahlawan tersebut masih bernapas, mereka terlupakan. Ketika napas kehidupan terputus sudah, barulah pemerintah kita sembuh dari amnesianya.

TKI disebut – sebut sebagai pahlawan devisa negara. Nyatanya hanya sekadar sebutan. Apa yang dilakukan pemerintah ketika mereka pulang dengan lebam jasmani dan rohani? Penanganan yang setengah – setengah.

Masih banyak pahlawan – pahlawan lain di luar sana yang terabaikan. Pak sunaryo hanya salah satunya. Mungkin, pemerintah kita memang terlalu miskin. Miskin moral akibat terlalu sering menggemukkan pundi – pundi pribadi mereka. Wajar saja hanya pencitraan yang dapat diberikan kepada para pahlawan tersebut.

Wajar pula, sekarang orang – orang lebih memilih menjadi pejabat dibandingkan menjadi pahlawan. Lihat saja kehidupan para pejuang kemerdekaan kita. Berlindung di bawah atap – atap yang bocor, berjubah kedekilan dan penyakit kulit, berselimutkan polusi, menikmati setiap tetes bakteri dan virus mematikan.

Bagi mereka, cukuplah rumah sepetak yang dapat menaungi mereka dari terik siang dan dingin malam yang menusuk, pakaian yang layak pakai, makanan dan minuman yang layak untuk dikonsumsi, air bersih untuk mandi dan masak. Ketika bertangki – tangki air masuk ke Istana Presiden, tak setetes pun air bersih masuk ke dalam kerongkongan mereka atau bahkan sekadar menyentuh kulit mereka.

Butakah kita terhadap sengsara mereka? Tulikah kita terhadap raungan derita mereka yang memekakkan? Patungkah kita, sehingga kita hanya ada tanpa berbuat apa – apa?

Apa arti pahlawan bagimu? Masihkah sosok pahlawan dibutuhkan?

Sadarlah, mereka nyata di sekitar kita. Jangan abaikan!

Selamat Hari Pahlawan. Mortvi non mordant.

*Artikel ini telah dimuat di Majalah Perdana Oranye Fikom Untar (Edisi 1/2011)
12 November 2011. (Sil)

No comments:

Post a Comment