Permintaan Konsumen Menghidupi
Pembajak
Pasar Senen dan Kwitang, Jakarta Pusat
nampak leluasa di pagi hari. Maklum, pukul 8 hingga 10 pagi memang masih waktu
buka toko bagi para penjual di sini. Di antara rak-rak buku itu, para penjual
sibuk berlalu lalang mengangkut kardus-kardus berisi buku. Kardus itu kemudian
dibuka dan buku-bukunya dikeluarkan. Buku-buku popular seperti novel dan buku
humor dipajang berderet di rak depan. Sementara buku-buku lain ditumpuk sesuai
jenisnya. Novel-novel Indonesia ditumpuk berderet. Buku-buku kedokteran di
deret lainnya. Kamus-kamus dan ensiklopedia di sisi satunya lagi. Sisi buku yang
menyantumkan judul disusun menghadap luar guna memudahkan pencarian.
Salah satu kios di Pasar Senen |
Menjelang jam makan siang, kios-kios
buku di Pasar Senen mulai padat disambangi pengunjung. Jangan heran jika Anda
mendengar sambutan bertubi-tubi dari para penjual di Pasar Senen. Sepanjang jalan
menyusuri Pasar Senen, baik yang di dalam gedung maupun di deret luar, pembeli
yang lewat akan selalu diberondongi pertanyaan, “cari buku apa, mba? Novel,
komik, buku kuliah?”
Di sinilah surga buku di Jakarta. Mulai
dari novel, majalah, buku-buku pelajaran, buku perkuliahan, komik, buku-buku
terjemahan sampai buku-buku langka yang sudah tidak diterbitkan ulang, hampir
semua bisa dicari di sini. Akan tetapi, hati-hati karena tidak semua buku yang
terpajang di sini berkualitas wahid atau asli dari penerbit.
Ya, Pasar Senen dan Kwitang yang
letaknya berseberangan ini memang dikenal sebagai pusat penjualan buku bajakan
di Jakarta. Buku bajakan yang paling banyak dijual antara lain buku-buku
perguruan tinggi dan novel-novel penulis ternama. Sementara majalah dan komik
yang dijual di sini mayoritas masih tergolong asli, namun merupakan buku bekas.
Harga-harga yang ditawarkan tentunya
jauh lebih murah dibanding harga aslinya atau harga buku di toko buku besar.
Jika di toko buku besar harganya Rp. 120.000,00; di Pasar Senen buku yang sama
bisa didapatkan dengan harga sangat miring, sekitar Rp. 30.000,00 sampai Rp.
50.000,00. Akan tetapi, kualitas bukunya tidak dijamin ya. Kalau ada kerusakan
pun tidak bisa diretur kembali seperti yang biasa dilayani penerbit utama.
Selain di Pasar Senen dan Kwitang,
maraknya penjajakan buku bajakan secara terbuka juga bisa ditemui di daerah
sekitar perguruan tinggi. “Hampir di semua kampus pernah kami sidak. Di
Universitas Tarumanagara, Bina Nusantara, Mercu Buana, Trisakti, Universitas
Indonesia, Universitas Islam Negeri,” ujar Kabid. Pembajakan Buku IKAPI Johnri
Darma Sagar.
Antara Asli dan Bajakan
Pembaca
buku sejati tentunya jeli membedakan mana yang buku asli dan mana yang buku
bajakan. Selain warna sampul buku yang pudar, harga buku yang miring juga
menjadi indikasi utama yang membedakan buku terbitan pembajak dan buku asli
dari penerbit yang legal.
Buku
hasil bajakan juga dapat dicermati dari kualitas kertas yang digunakan,
kemiringan tulisannya, dan hasil penjilidannya yang kurang rapi. Jika
diperhatikan, kadang cetakannya berkerut-kerut dan terdapat satu, dua atau
lebih halaman yang hilang atau tercetak berulang.
Sesuai
Undang-undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002, sesungguhnya penjualan buku bajakan
termasuk pelanggaran hukum. Pasal 72 ayat 2 Bab XIII Ketentuan Pidana
menyatakan, barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau
Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Pada
prinsipnya, para penjual ini tidak bermaksud menipu pembelinya. Mereka secara
terang-terangan akan memberitahu bukunya bajakan atau asli. Dan untuk buku-buku
asli biasanya akan dijual agak mahal. Walau tetap lebih murah dibanding di toko-toko
buku besar.
Seorang
penjual yang tidak ingin disebutkan namanya mengakui, bahwa penjual di sini ada
yang sudah kerjasama dengan penerbit. Buku-buku kadang bisa dipesan di agen
buku utama yang mereka sebut koperasi. Mengenai buku bajakan sendiri, biasanya
mereka dapatkan dari agen-agen pembajak yang sewaktu-waktu datang menawarkan.
Biasanya para agen pembajak ramai mengirimkan kurirnya menjelang tahun ajaran
baru.
“Waktu
kedatangannya tidak tentu, Mba. Dan orangnya juga selalu ganti-ganti,” ujarnya.
Egy
Kurniawan (29 tahun), salah seorang penjual buku di Pasar Senen mengatakan
alasannya tetap menjual buku bajakan adalah murni karena kebutuhan pembeli.
“Kan tidak semua orang mampu membeli buku penerbit, Mba. Apalagi mahasiswa,
pasti nyarinya buku yang murah. Kami saja untung kadang cuma Rp.3000,00 per
buku. Ya ambil saja.”
Kepala
Bidang Pembajakan Buku IKAPI Johnri Darma Sagar pun mengakui bahwa memang setelah
diberi penyuluhan dan sosialisasi, para penjual itu akhirnya tetap menyediakan
buku bajakan karena mahasiswa lebih memilih buku yang murah.
Menurut
keterangan Johnri, ketika diwawancarai di kantornya Salemba 4, Lenteng Agung,
“sebenarnya harga buku itu sudah murah, karena kita sudah kasih diskon maksimal
ke distributor sekitar 35-40%. Dengan harapan distributor akan menjual buku itu
kembali dengan diskon 25% ke mahasiswa.”
Sayangnya,
penegakan hukum yang lemah membuat aksi pembajakan buku tetap berjalan. Dewasa
ini, pembajakan buku bahkan sudah merambah ke mall. Salah satunya Season City
Mall yang terletak di Jalan Prof. Dr. Latumenten No. 33, Jakarta Barat. Jika
diamati baik-baik, toko buku “Pasar Buku Murah” yang terletak di lantai GF1
Season City Mall ternyata menjajakan buku bajakan. Pantas saja, harga buku-bukunya
demikian murah.
“Iya,
saya kira ini buku retur kan. Makanya harganya murah. Ternyata pas buka
plastiknya, isinya kayak kopian gitu.” tutur Nadia, pembeli yang merasa dirinya
telah dikelabui.
Poster di Dirjen HKI lantai 4 |
Mengenai
hal tersebut, Johnri Darma Sagar menyatakan jika sampai buku bajakan masuk ke
mall, bisa jadi hal tersebut tanpa sepengetahuan penjualnya. “Jadi kalau ada
bazaar, kadang-kadang itu kan bukan dari penerbit ya, (tetapi dari) toko buku
atau distributor pembajak. Kadang-kadang mereka itu tidak tahu itu buku asli
atau buku bajakan kalau mereka tidak cek satu-satu ke dalam isinya.”
“Kadang-kadang
si penjual, oknum maksudnya, itu mengoplos. Dia beli buku asli 30, buku
bajakannya 15 buah. Digabung, dijual dengan harga yang pricelist dari penerbit. Saya kira kan dia dapat untung yang besar
kan. Karena sebagian dilihat sudah asli. Kadang-kadang ada 5 dus, dus satu
sampai kedua asli, sisanya kopian.”
Ketika
ditanya mengapa sindikat pembajakan buku ini terkesan dibiarkan, Johnri
mengaku, “untuk membasmi secara habis kan susah, yang kami bisa terapkan hanya syok
terapi-syok terapi. Pernah kita penjarakan. Tapi beberapa hari keluar lagi. Sayangnya,
ya, penegak hukum juga lemah, kepolisian dan kejaksaannya masih bisa disuap ya.”
Bersaing dengan Kemajuan IPTEK
Jaman
yang semakin maju membuat fisik buku asli dan bajakan semakin sulit dibedakan. “Sekarang
kan bukan di-fotocopy lagi ya. Buku
difoto-foto, scan, cetak langsung
banyak. Jadi kadang-kadang mutunya bisa hampir sama.”
Johnri
berkisah, pernah suatu kali ia berkunjung ke Kwitang dan melihat di rak-rak
toko buku terpampang buku terbitan tempatnya bekerja, Penerbit Leksika. Buku
yang terpajang bagus-bagus. Akan tetapi ia tahu bahwa toko buku ini tidak
pernah membeli darinya. Ketika diminta
bukti faktur pembeliannya, si penjual tidak bisa menunjukkan.
Hal
inilah yang terus dicari cara mengantisipasinya. Dengan adanya kemajuan
teknologi, penerbit semakin dituntut untuk memutar otak, mencari akal untuk
menyiasati pelanggaran hak cipta semacam ini. Salah satu siasat yang
dilancarkan Penerbit Leksika misalnya, membuat hologram pada cover-cover buku terbitannya. Kemudian
setiap buku juga dilengkapi dengan CD yang programnya hanya bisa dibaca, tidak
bisa di-copy maupun dicetak.
Kesimpulan
Kebutuhan
akan buku di Indonesia sesungguhnya besar, namun harga yang tinggi menurunkan
minat beli konsumen. Harga buku yang tinggi bagaimanapun tidak sejalan dengan
program pemerintah meningkatkan mutu pendidikan dan kecerdasan bangsa. Hal
inilah yang dijadikan peluang meraup keuntungan bagi para pebisnis ulung.
Kebutuhan masyarakat akan buku yang harganya kurang terjangkau menjadi celah
aksi pembajakan.
No comments:
Post a Comment