Mengapa huruf vokal akhiran "i" identik penggunaan katanya dengan perempuan?
Laki-laki: Dewa; Putra; Siswa; Mahasiswa; Wartawan; Pramugara
Perempuan: Dewi; Putri; Siswi; Mahasiswi; Wartawati; Pramugari
Doc. Google Image |
Huruf "i" dikenal sebagai huruf Latin, yang merupakan modifikasi dari Bahasa Yunani dan sesungguhya merupakan penyempurnaan huruf Roman. Bahasa tulis Indonesia juga menggunakan huruf ini dengan padanan huruf yang memiliki makna berbeda.
Jika dibaca dalam Bahasa Indonesia secara pictograf, huruf "i" bisa dilihat sebagai "satu titik". Huruf kecil "i", sebagaimana kita biasa membedakan penyebutannya dengan huruf kapital "I", penulisannya menyerupai angka satu dengan titik di atasnya. Dan dalam pemikiran saya, hal ini menegaskan banyak hal yang berhubungan dengan identiknya penggunaan huruf vokal akhiran "i" dengan role model perempuan.
"i", satu titik, bermakna sumber, awal dari sebuah goresan membentuk goresan-goresan lainnya. "i", satu titik, ialah sebuah kelahiran, penciptaan utama dari segala tulisan. "i", satu titik adalah asal muasal sebuah pemaknaan dan pemahaman.
Demikian pula pada perempuan, "i" digunakan pada kata ibu, gelar yang disandangkan untuk sosok perempuan yang sudah melahirkan, Dari ibulah kehidupan manusia dimulai di dunia ini. Ibu juga sosok pengajar perempuan, ibu guru, sosok yang penuh dedikasi dan kasih sayang, mengajar mereka yang tak tahu menjadi tahu.
Akhiran "i" juga ada pada kata logi, seperti planologi, biologi, sosiologi, dan logi-logi lainnya. Agak bias ya? Akan tetapi, saya merasa bahwa padanan kata ini bukanlah kebetulan semata. Kata-kata ini disistem sedemikian rupa sehingga terkait begitu rupa. Dengan demikian "i", satu titik juga berarti sumber pengetahuan.
Dalam urutannya, huruf vokal alfabet "i" berada pada posisi kedua setelah "a", mungkin karena itulah huruf "i" menjadi pilihan untuk perempuan. Sebab pada masa pra-feminisme, sejarah berlarut-larut dalam budaya patriarkat. Dimana kedudukan laki-laki selalu yang utama, sementara perempuan berada pada posisi kedua, setelah laki-laki.
Terkadang saya suka sekali padanan kata dalam Bahasa Indonesia, seperti suami-istri dan laki-bini dalam Bahasa Betawi. Sama-sama menunjukkan kesetaraan dalam hubungan rumah tangga. Pria dan wanita. Walau wanita memiliki pengertian harafiah atau makna terminologi yang tidak menyenangkan bagi kaum feminisme. Feminis lebih menekankan pada kata perempuan, yang bermakna keagungan dibandingkan wanita yang bermakna pemuas nafsu semata.
Hahaha...entahlah, artikel ini boleh jadi hanya gurauan dan sekadar pemikiran remeh-temeh, bahkan celotehan ngawur dan takabur. Semua terserah Anda, karena seperti kata Aurelius, Kaisar Romawi, "setiap kata yang Anda dengar adalah opini, bukan fakta. Setiap apa yang Anda
lihat adalah perspektif, bukan kebenaran."
Doc. Google Image |
mantap, terima kasih
ReplyDelete