Labels

Wednesday, October 23, 2013

JATUH KE LUBANG YANG SAMA

Di penghujung akhir periode pemerintahannya, Presiden SBY nampaknya tengah menguji diri. Dengan pelbagai masalah negara yang merundunginya, tak henti-henti ia menciptakan sensasi. Perhatikan saja gelagat beliau yang semakin banyak berbicara, meracukan instruksi –instruksi dan keputusan-keputusan yang tidak jelas hasilnya. 

Kebulatan Presiden SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan (Perpu) No. 1 Tahun 2013 menunjukkan bahwa ia tidak belajar dari sejarah. Atau mungkin memang sengaja mengulang sejarah demi suatu maksud dan tujuan yang terselubung.

Sesuai dengan yang diberitakan akhir-akhir ini, Presiden SBY telah menandatangani Perpu yang konon demi penyelamatan reputasi MK tersebut guna diajukan sebagai perubahan kedua atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi di Yogyakarta pada Kamis malam, 17 Oktober 2013, tepat 2 minggu setelah penangkapan KPK atas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

Ada tiga hal penting yang disampaikan Presiden SBY dalam Perpu tersebut. Pertama adalah penambahan persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi. Substansi kedua ialah memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi. Terakhir, perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.

Mengulang Sejarah
Bercermin pada sejarah, hal ini pernah terjadi pada kedua presiden kita sebelumnya, B.J. Habibie dan Alm. K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Namun keduanya berakhir sama, Perpu-perpu yang berbuah penentangan pelbagai pihak dan akhirnya penolakan oleh DPR.

Era reformasi, setelah melontarkan gagasan untuk menerapkan "sistem lisensi" pada wartawan, pemerintahan (sementara) Habibie selanjutnya mengeluarkan Perpu No.  2/1998 tentang “Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum” pada 24 Juli 1998. Bertolak belakang dengan judul Perpu, isinya justru menekan kebebasan mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berekspresi di ruang publik.

Kenaikan Habibie selaku penerus mandat kepresidenan yang dicopot dari Soeharto pada Mei 1998, dipandang skeptis oleh rakyat. Minimnya kepercayaan terhadap Habibie mengakibatkan demo berkepanjangan yang berlangsung ricuh pada masanya. Oleh karena hal itulah, Habibie terdesak untuk mengatur kericuhan yang semakin menjadi itu dengan mengajukan Perpu No. 2 Tahun 1998. Namun Perpu itu ditarik dari pembahasan DPR karena isinya yang tidak menyelesaikan konflik, serta bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28.

8 Oktober 1999, 3 hari menjelang pidato pertanggungjawaban Habibie di MPR, dikeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1999 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Lagi-lagi, Perpu ini juga ditolak oleh seluruh fraksi DPR. Kesepuluh fraksi DPR pada masa itu lebih menyarankan pemerintah segera membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan HAM serta pembentukan lembaga amnesia.

Fraksi Partai Golkar mengusulkan pembentukan lembaga amnesia, yaitu lembaga yang memberikan pengampunan bagi pelaku pelanggaran HAM. Sedangkan LT Susanto dari Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia (F-KKI) mengingatkan pentingnya RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Menurut keterangan Juru Bicara Fraksi Reformasi (pada masa itu) Raja Rusli, kelahiran Perpu No. 1/1999 memiliki nuansa politik, yakni pemerintahan Habibie berusaha merespon tekanan internasional terhadap pelanggaran HAM di Indonesia. Habibie saat itu ingin pelanggaran HAM di Timor Timur tak menjadi persoalan internasional, tetapi dapat dilokalisir menjadi persoalan nasional.

Era Almarhum Gus Dur, skandal buruk lembaga peradilan negara kita juga pernah menimpa Mahkamah Agung (MA). Abdul Hakim Garuda Nusantara, pengacara sekaligus seorang pejuang HAM Indonesia menuturkan, untuk memulihkan nama baik MA, Gus Dur bisa saja mengeluarkan Perpu yang isinya mempensiunkan seluruh hakim agung dan mengangkat sejumlah hakim agung non-karier, serta menetapkan uang pensiun yang harus diterimanya.

Langkah radikal itu bisa ditempuh Gus Dur jika pemerintah ingin segera bisa memperbaiki lembaga MA. Demikian dikatakan Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam diskusi "Mencari Format Ideal Kedudukan dan Fungsi Lembaga Kekuasaan Kehakiman" yang diadakan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional di Jakarta pada Kamis, 30 Maret 2000.

Saat itu, MA terganjal skandal vonis palsu yang dikenal sebagai Tragedi Nyai Marwanih.  Nyai Marwanih dipaksa bolak-balik MA hingga lebih dari 10 tahun. Berkali-kali ia memenangi pengadilan, namun keanehan mulai terjadi saat eksekusi berjalan. MA mengintrodusir Peninjauan Kembali (PK) tahap kedua yang mengganjal eksekusi pengembalian hak tanah Marwanih yang seharusnya sudah ia menangkan selama pengadilan MA bertahun-tahun itu. Padahal PK kedua itu tidak pernah ada.

Menghadapi skandal tersebut, Gus Dur bergeming. Ia tetap membiarkan hukum memproses kasus tersebut dan menghindari konfrontasi dengan DPR jika  ia benar-benar mengeluarkan Perpu tersebut seperti yang disarankan.

Sayangnya, pemerintahan Gus Dur berakhir tragis. Keputusan-keputusannya yang selalu bertentangan dengan jajaran pemerintahannya dan dianggap inkonstitusional mengakibatkan dirinya ditendang keluar istana oleh parlemen, MPR yang melantiknya menjadi presiden. 

Impeachment
Berdasarkan fakta sejarah di atas, rasanya patut jika kita mencurigai gelagat presiden mengeluarkan Perpu. Mungkin ini hanya sekadar sensasi untuk menutupi skandal hukum yang lebih besar, bail out Bank Century misalnya. Sehingga pemberitaan media boleh teralihkan seputar kasus MK yang kemudian juga melambungkan wacana dinasti politik.

Perpu MK dimaksudkan SBY sebagai upaya segera penyelematan reputasi lembaga peradilan tertinggi Republik Indonesia, upaya pengembalian kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi yang tercoreng oknum hakim korup. Ibarat kata pepatah, “sebab nila setitik, rusak susu sebelanga.”

Ironis, upaya penyelamatan atau upaya apapun yang dimaksudkan SBY justru kini berbalik menjadi senjata ampuh yang dapat memakzulkan takhta kepresidenannya. Mendekati tahun politis, yakni pemilu 2014, pelbagai fraksi sudah menyatakan terbuka terhadap wacana impeachment (penjatuhan kekuasaan) presiden.
Ditambah, hasil-hasil survei yang kian mengindikatori penurunan popularitas presiden. Hasil survei Pol Tracking Institute Hanta Yudha misalnya, menunjukkan perolehan 51,5% responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan SBY-Boediono. Dengan rincian, 41,5% merasa kurang puas dan 10% sangat tidak puas.

Menguji Diri
Pada penghujung tampuk kepemimpinannya yang digunjingkan gagal ini, Presiden SBY tengah mencobai dirinya. Menguji apakah ketokohannya masih berpengaruh dan mampu mendongkrak elektabilitas partainya mendekati pemilu 2014. Berdasarkan survei LSI pada 12 September dan 5 Oktober 2013 menggunakan metode sampling multistage random sampling dengan responden 1.200 orang dan menggunakan tatap muka langsung, tingkat elektabilitas Demokrat merosot menjadi 9,8%. Yang pada Maret 2013 memperoleh sebesar 11, 7%.

Seperti kata pepatah, sebodoh-bodohnya keledai, ia tidak akan jatuh dua kali di lubang yang sama.”

Bahan Pustaka:
Alvin, Silvanus. [2013, 20 Oktober]. Survei: 51,5% Publik Tak Puas Kerja 4 Tahun SBY-Boediono. Liputan6 [online]. Tersedia : http://news.liputan6.com/read/724725/survei-515-publik-tak-puas-kerja-4-tahun-sby-boediono. [Akses 20 Oktober 2013].
 
Kurniawan, Andy. [2012, Maret]. Pertemuan 4: Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. PDF  Online. Tersedia : http:// andykurniawan.lecture.ub.ac.id/ files/2012/03/ Jenis-Hierarki-Peraturan-Perundangan.pdf. [Akses 20 Oktober 2013].

Mahaputra, Sandy Adam; Dwifantya Aquina. [2013, 19 Oktober]. Presiden SBY Gelar Pertemuan dengan Hakim Konstitusi. Tersedia: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/452420-presiden-sby-gelar-pertemuan-dengan-hakim-konstitusi. [Akses 20 Oktober 2013].

Solihin, Muhamad. [2013, 18 Oktober]. Yusril : Momentum Perpu MK Sudah Terlambat. USUM [online]. Tersedia: http://usum.co/news/read/2013/10/18/yusril-momentum-perpu-mk-sudah-terlambat/. [Akses 20 Oktober 2013].

Perpu Pengawasan MK Bisa Jadi Alat Menurunkan SBY. JPNN [online]. Tersedia: http://www.jpnn.com/read/2013/10/07/194658/Perpu-Pengawasan-MK-Bisa-Jadi-Alat-Menurunkan-SBY-. [Akses 20 Oktober 2013].
 
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/03/28/0030.html. [Akses 20 Oktober 2013].

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/03/30/0048.html. [Akses 20 Oktober 2013].

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/03/13/0107.html. [Akses 20 Oktober 2013].

http://www.minihub.org/siarlist/msg00408.html. [Akses 20 Oktober 2013].

No comments:

Post a Comment