Kesadaran akan penindakan kasus
korupsi secepatnya menjadi urusan yang paling mendesak di Bumi Pertiwi
ini. Setiap upaya untuk mencegah apalagi
mengebiri penindakan ini dijadikan musuh bersama yang layak diperangi sampai
titik darah penghabisan. Ya, bukan bermaksud berlebihan, namun memang
sedemikian menduri dalam daging kasus korupsi di negeri ini.
Seiring perkembangan jaman, rakyat
semakin cerdas mengkritisi pemerintah bahkan hingga kebijakan-kebijakan yang
hendak diusungnya. Sudah waktunya petinggi negara beserta seluruh
jajarannya mengakui hal tersebut. Bahwa mereka tidak lagi bisa mengiming-imingi
masyarakat dengan janji-janji kosong, apalagi kebijakan-kebijakan ngawur.
Menjelang
akhir periode kepengurusan, Komisi III DPR kembali mencuatkan revisi UU KUHAP yang
disinyalir berpotensi mengebiri kewenangan penyadapan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Dalam draf RUU Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana mengenai penyadapan, KPK selaku komisi luar
biasa yang dipercaya menegakkan hukum tindak pidana korupsi tidak dilibatkan
sama sekali. Pasalnya, kedua kewenangan itu harus melalui persetujuan Hakim Pemeriksa
Pendahuluan. Hal inilah yang diminta pihak KPK ditarik kembali karena dapat
menghambat tugas KPK.
Pelumpuhan
terselubung lain terhadap kewenangan KPK juga tersirat dalam pasal 3 ayat 2
tentang tindak pidana dalam KUHAP yang mengancam peniadaan kebijakan KPK dalam
penanganan kasus korupsi; pasal 44 tentang penuntut umum yang berwenang
memutuskan apakah suatu perkara dapat diadili atau tidak; pasal 58 tentang
penentuan penahanan pada tahap penyidikan yang melebihi 5x24 jam, dimana
penentuan penahan hanya menjadi wewenang Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Agung;
pasal 67 tentang penangguhan
penahanan yang diajukan oleh tersangka atau terdakwa, memungkinkan Hakim Pemeriksa Pendahuluan menangguhkan
penahanan yang dilakukan oleh KPK; pasal 75 mengenai penyitaan harus mendapat izin Hakim Pemeriksa
Pendahuluan; pasal 83 tentang penyadapan juga harus berdasarkan ijin Hakim
Pemeriksa Pendahuluan; pasal 240
tentang terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada
Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas. Dampaknya, jika divonis
bebas ditingkat pertama atau banding, maka kasus yang diajukan KPK tidak dapat
dikasasi; pasal 250 tentang putusan MA terkait pemidanaan tidak boleh lebih berat dari
putusan pengadilan tinggi. Dampaknya, kasus
korupsi yang diajukan oleh KPK jika divonis berat ditingkat pertama atau
banding, maka dapat dipastikan divonis lebih rendah jika dikasasi.
Dengan
demikian, wajarlah jika KPK menggugat Rancangan Undang-undang KUHAP tersebut. KPK
ini lembaga independen yang berada di luar lembaga eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Apabila segala tindakannya perlu meminta ijin Hakim Pemeriksa
Pendahuluan, bukankah ini menyalahi kesahihan KPK sebagai lembaga independen?
Tak apa,
kontroversi semacam ini bukannya buruk. Hikmahnya, khalayak dapat memilah
melalui kejadian semacam ini, manakah pihak-pihak yang pro pemberantasan kasus
korupsi dan mana pihak yang pro terhadap tindakan lancung tersebut. Di mana
melalui kebijakan, ia berusaha mencari-cari celah pembenaran atas tindakan
lancungnya serta jika mampu, meraup kelancungan sebesar-besarnya sementara
memperoleh ganjaran seminim-minimnya. Mati rasa terhadap penderitaan rakyat
yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Densus
Anti Korupsi
Rancangan ini
bukan baru sekali terjadi. Tahun lalu, poin penindakan dalam draf RUU KUHAP
tersebut juga meniadakan peran KPK. Semua penindakan dilimpahkan kepada
kepolisian. Dewasa ini, digadang-gadang
pula pembentukan Densus Antikorupsi.
Mengenai
Desus Antikorupsi yang dipilih dari jajaran kepolisian, baiknya ialah kepastian
adanya aparat penegak hukum yang bisa menjadi alat KPK menindak koruptor.
Harapannya, dengan adanya densus tersebut, isu penarikan aparat kepolisian di
tengah-tengah pengusutan kasus korupsi oleh KPK akan lenyap sama sekali. Namun
apabila densus ini hanya dibentuk sebagai lembaga tandingan yang terpisah atau
bahkan sejajar, yang berarti bukan di bawah KPK, maka sebaiknya pertimbangkan
kembali usulan tersebut. Kalau ada yang
perlu diusulkan, saya usulkan perbaikan kinerja kepolisian.
Hemat saya,
hanya satu dan cukup satu saja lembaga yang berwenang menindak korupsi. Supaya
sehat, jelas kepada siapa kita mengadu, menolehkan pandangan, mengawasi kinerja
penanganan kasus korupsi. Untuk apa pembentukan Densus Antikorupsi? Apakah
sebagai lembaga tandingan KPK? Mengapa harus disandingkan? Apakah KPK dipandang
tidak ganas lagi ataukah ada kekecewaan terhadap kinerja KPK sehingga perlu
dibentuk perpecahan atau lembaga tandingan demikian?
Pro hukum dan
pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya, hal inilah yang diinginkan
segenap masyarakat. Jika benar RUU KUHAP itu kemudian ditetapkan sebagai UU
oleh DPR, dapat dipastikan, masyarakat akan semakin apatis terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Terutama semakin skeptis terhadap kinerja DPR.
Menjelang
pemilu, kekhawatiran saya selain terhadap pencalonan tetap pemimpin-pimimpin
yang inkompeten dalam bidangnya, patut pula dikhawatirkan keaktifan peserta
pemilu. Seperti terjadi di sejumlah daerah pada pilkada tahun ini, pemilih yang
golput (golongan putih) semakin besar persentasenya. Bahkan dalam beberapa
perhitungan, kaum golput-lah yang selayaknya memenangi pilkada.
Bahan Pustaka
Ferdinan.
[2013, 22 Oktober]. Soal Densus Antikorupsi, Sutarman Prioritaskan
Penguatan Profesionalisme Polri. Detiknews [online]. Tersedia : http://
news.detik.com/ read/ 2013/10/22/ 165936/2392518/10/soal-densus-antikorupsi-sutarman-prioritaskan-penguatan-profesionalisme-polri.
[Akses: 23 Oktober 2013].
Gustaman,
Yogi. [2013, 1 Oktober]. 9 Pasal RUU KUHAP yang Dinilai Bisa Lemahkan
Kewenangan KPK. Tribunnews [online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/nasional/2013/10/01/ini-9-pasal-ruu-kuhap-yang-dinilai-bisa-lemahkan-kewenangan-kpk.
[Akses: 23 Oktober 2013].
Sutrisno, Elvan Dany. [2013, 22 Oktober].
Berpotensi ‘Kebiri’ KPK, Komisi III Tak Masalah Revisi UU KUHAP Distop.
Detiknews [online]. Tersedia: http:// news.detik.com/ read/ 2013/03/22/ 110940/
2200921/ 10/ berpotensi- kebiri- kpk- komisi- iii- tak- masalah- revisi- uu- kuhap-
distop? nd771104bcj. [Akses: 23 Oktober 2013].
No comments:
Post a Comment