Kamis lalu, tepatnya pada 24 September 2015, saat perayaan Idul Adha, dunia kembali dicengangkan oleh tragedi di Mina. Ini merupakan kali kesembilan, korban ritual keagamaan bergelimpangan di terowongan Mina. Setelah menelan korban terbanyak, 1426 jemaah pada tahun 1990. Kali ini ritual di Mina menewaskan 717 jemaah haji, 3 diantaranya warga Indonesia. Sementara 830 orang luka-luka, dan belasan diantaranya dipastikan adalah WNI.
Kesiapan dan kemapanan Pemerintah Arab Saudi ini pun semakin dipertanyakan dunia. Tragedi Mina bukan baru sekali terjadi, mengapa dibiarkan terulang lagi? Apalagi berselang 2 pekan paska meninggalnya 111 jemaah haji akibat jatuhnya alat pengangkut berat (Crane) di kompleks Masjidil Haram.
Ini bukan soal mati syahid. Sehingga pemerintah Arab Saudi boleh lepas tangan. Karena mati di sana adalah keuntungan? Harus diakui bahwa serentetan tragedi pada ritual keagamaan di kota kelahiran Nabi Muhammad SAW ini diakibatkan human error alias kelalaian manusia alias manajemen yang buruk. Namun, alih-alih mengakui kesalahan tersebut. Pihak berwenang di sana malah lebih memilih menyalahkan jemaah haji yang tidak taat pada aturan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ritual di Mina berbahaya. Selain suhu udara yang ekstrim, panas dan bikin dehidrasi. Ditambah jemaah yang berjibun memenuhi terowongan Mina, berdesak-desakan sehingga risiko jatuh terinjak-injak begitu tinggi. Faktor utama tentunya terletak pada ritual itu sendiri. Ritual haji di Mina dikenal dengan nama tradisi melempar jumroh. Yang dimaksud dengan jumroh sendiri adalah bebatuan kecil. Bayangkan, dengan sejuta umat bergerumun di sana, sama-sama melempar batu ke arah The stoning of the Devil dalam batas waktu yang ditentukan. Bagaimana mereka tidak berebut dan tergesa-gesa?
Pembaca pasti bertanya-tanya mengapa ritual di Mina ini merupakan ritual yang paling sering memakan korban, bukan? Untuk yang paham soal umroh atau sudah pernah naik haji pasti tahu. Buat yang belum, apa lagi yang non-muslim pasti bingung. Soalnya di berita enggak dijelasin.
Melempari Batu Iblis
The Stoning of The Devil. |
The Stoning of the Devil (Arabic: رمي الجمرات ramī aj-jamarāt) atau tempat batu kerikil (place of pebbles) merupakan salah satu ritual wajib bagi jemaah haji di Mekkah. Lokasi monumen batu iblis ini terletak di Kota Mina, di sisi Timur kota Mekkah.
Ritual melempar jumroh ini diadakan setiap hari raya Idul Adha (hari ke-10 dalam bulan terakhir tahun hijriah). Jemaah menjalani ritual ini sampai 3 hari lamanya. Dimana waktu pelemparan dimulai dari matahari terbit dan berakhir saat matahari terbenam.
Sebenarnya pemerintah Arab Saudi sendiri sudah mengantisipasi penyerbuan lemparan batu itu dengan membangun dinding di sekitar jumarat. Sejak 2004, dinding sepanjang 26 meter mengelilingi masing-masing pilar jamarat. Jembatan jamarat juga dibangun agar memungkinkan jemaah melempar dari atas maupun bawah. Namun, itu saja belum cukup. Pada tahun ini bahkan dikatakan terdapat 10.000 pasukan penjaga. Sayangnya, mereka belum kompeten menangani jemaah haji di sana. Kemampuan komunikasi terpenting, seperti bahasa asing pun belum mereka kuasai. Tentu hal ini menyulitkan pengarahan.
Spekulasi lain menyatakan bahwa jemaah yang terinjak-injak akibat ada rombongan yang berhenti mendadak. Diakibatkan adanya rombongan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz yang lewat di dekat situ. Namun hal tersebut sengaja ditutup-tutupi pihak otoritas setempat. Ya, tapi ini baru dugaan yang belum diklarifikasi. Kita lihat saja perkembangan selanjutnya nanti.
Kembali ke ritual jumroh. Terdapat 3 batu besar jumarat yang berjajar dari timur ke barat. Batu jumarat pertama (aj-jamrah al-'ūlā) adalah yang terkecil (جمرة الصغرى aj-jamrah aṣ-ṣughrā), di sebelahnya ada jumarat tengah (جمرة الوسطى aj-jamrah al-wusṭā) dan yang terbesar di paling barat dikenal dengan nama Jumarat Aqaba (جمرة العقبة jamrat al-ʿaqaba).
Ketiga batu tersebut melambangkan tiga tempat di mana Nabi Ibrahim pernah melempari iblis yang mencobainya saat perjalanan mengorbankan putra-nya Ismail. Alkisah, Nabi Ibrahim dan Hajar, istrinya baru dikaruniai anak di usia tuanya. Suatu kali, Allah hendak menguji iman Ibrahim. Ia pun meminta Ibrahim mengorbankan putra satu-satunya itu sebagai persembahan yang kudus. Sesampainya di tumpukan batu ngarai (Stone-Heap of the Delfie), Iblis datang mencoba mematahkan keteguhan Ibrahim. Setiap kali Iblis muncul, malaikat Gabriel berseru pada Abraham, "lempari dia!" Jadi, Ibrahim pun patuh dan melempari Iblis sampai ia menghilang. Setiap lemparan berjumlah 7 buah batu kerikil. Demikian seterusnya sampai pada tempat tujuan. Dimana Tuhan tahu betapa berimannya Ibrahim padanya. Sehingga tak jadi Ismail disembelih.
Ya, ketiga pilar jumarat di atas diibaratkan iblis. Pilar terbesar merepresentasikan godaan langsung dari Iblis kepada Ibrahim agar membatalkan niatnya mengorbankan Ismail. Sementara batu kedua merepresentasikan godaan Iblis melalui Hajar yang terus menerus merengek memintanya berhenti. Pilar terkecil adalah lambang godaan Iblis melalui Ismail yang menghindar ketika akan disembelih*. Setiap kali itu Ibrahim menegur Iblis, dan lemparan tersebut menyimbolkan tegurannya.
Secara filosofi, pilar Jumarat juga melambangkan penolakan diri manusia terhadap keinginan dan hasrat terendahnya. Seorang teolog Islam mengatakan:
"Barang siapa yang mampu meremukkan/menghancurkan al‑nafs al‑'amāra -nya selama ritual pelemparan jumroh, maka ia telah satu langkah lebih dekat kepada Allah. Dan sejak antara hamba dan Allah tak ada yang lebih dekat daripada selangkah, jika ia berhasil melewati tahap ini dan berhasil mengesampingkan keinginan dan hasrat terendahnya atau nafsu duniawinya, maka ia sudah sangat dekat pada Allah."
Dengan melempari ketiga batu jumarat tersebut, manusia telah merajam kelaliman internalnya (al‑nafs al‑'amāra), kelaliman eksternal yang berasal dari iblis, setan maupun jin dan sebangsanya, dan kelaliman yang disebabkan setan-setan dalam wujud manusia.
Jemaah Muslim melempar jumroh. |
Inilah mengapa ritual ini begitu penting. Namun juga berbahaya. Sebab jemaah harus melempari satu pilar dengan 7 batu kerikil, demikian seterusnya masing-masing 7 kerikil bagi 2 batu berikutnya. Lemparan yang tidak akurat bisa saja menyebabkan jemaah lain terkena amuk batu dari jemaah lain, walaupun batunya kecil-kecil. Selain itu, jemaat yang begitu banyak harus bisa melempar dalam batas waktu setengah hari. Sehingga sering kali berdesak-desakan, tergesa-gesa untuk melempar sebelum waktunya habis.
Tragedi Mina
Tragedi Mina di depan batu jumarat Kamis pagi waktu setempat merupakan yang kesembilan kalinya terjadi. Pertama kali dan menelan korban paling banyak terjadi pada 2 Juli 1990, menewaskan 1426 jemaah. Dimana 631 diantaranya ialah jemaah haji asal Indonesia.
Kedua, pada 23 Mei 1994 yang menelan 270 korban.
Ketiga, 9 April 1998 tercatat 118 jemaah meninggal dan 180 lainnya luka-luka.
Keempat, 5 Maret 2001 dengan korban meninggal sebanyak 35 orang, 23 diantaranya perempuan.
Kelima, 11 Februari 2003 merenggut 14 jiwa, 6 diantaranya perempuan.
Keenam, pada tahun 2004, 251 jiwa melayang di Mina.
Ketujuh, pada 22 Januari 2005, walaupun kecil tetapi memakan 3 korban jiwa dalam ritual yang sama.
Kedelapan, 12 Januari 2006, dimana 362** orang tewas dalam kejadian serupa, sementara 289 lainnya luka-luka.
Referensi:
- https://en.wikipedia.org/wiki/Stoning_of_the_Devil. [Akses 24 September 2015].
- http://zeenews.india.com/news/world/the-stoning-of-the-devil-why-it-is-the-most-dangerous-of-hajj-rituals_1801525.html. [Akses 24 September 2015].
- http://www.jpnn.com/read/2015/09/24/328745/Tragedi-Mina-2015-Bukan-yang-Pertama,-Ini-Data-Faktanya-. [Akses 24 September 2015].
- http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150925_indonesia_mina_wni_luka. [Akses 25 September 2015]
- http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150924182545-23-80800/tragedi-mina-2015-terburuk-dalam-25-tahun-terakhir/. [Akses 25 September 2015].
**Jumlah korban agak sulit dipastikan, karena beberapa situs berita yang kredibel menampilkan jumlah yang berbeda. Selisihnya pun cukup signifikan.