Maruarar Sirait (kanan) dan Walikota Semarang Hendrar Prihadi (tengah) |
"Paling penting, jangan mau dininabobokan generasi atas kita. Mereka selalu bilang 'kamu masih muda tunggu tanggal mainnya, kamu calon pemimpin bangsa.' Orang yang bilang begitu, biasa karena dia enggak mau digeser posisinya," ujar Hendar saat mengisi sesi ketiga Simposium Nasional Taruna Merah Putih di Balai Kartini, Jakarta, Senin (14/8/2017).
Menurut dia, selama pemuda atau pemudi Indonesia sudah siap untuk maju. Silakan saja mengambil peluang yang datang, tanpa perlu takut atau merasa tidak enak dengan yang lebih tua. Negara dan rakyat tidak layak disuruh menunggu begitu.
"Sepanjang punya kemauan yang keras dan semangat berbagi untuk sesama, enggak perlu ikut-ikutan kata orang, toh akhirnya kalau bagus ya pasti jadi juga," terangnya.
Hendrar menyemangati ratusan kaum muda yang hadir dalam Simposium Nasional bertajuk 'Bangkit Bergerak, Pemuda Indonesia Majukan Bangsa'. Ia meyakinkan agar generasi muda tidak perlu khawatir dengan segala keterbatasan yang ada.
Ia menuturkan pengalamannya ketika hendak mencalonkan diri jadi Wali Kota Semarang. Saat itu, modalnya kecil. Banyak orang mengecilkan hatinya. "Kalau enggak punya uang banyak, jangan berani-berani maju jadi pejabat publik," kenang dia.
Namun tekad Hendrar sudah bulat. Dia pikir kerja kerasnya membangun jaringan sejak menjabat di OSIS, tidak mungkin berakhir sia-sia. Apalagi dirinya juga terbilang aktif di organisasi kepemudaan, baru selanjutnya ambil bagian dalam dunia politik.
Dunia politik, dia tahu selalu dianggap orang kotor dan jahat. Itulah yang memotivasinya untuk membuktikan sebaliknya. Dengan modal nekat tadi, siapa sangka dia terpilih sampai dua periode menjadi orang nomor satu di Semarang.
"Setelah jadi, saya langsung memikirkan bagaimana membangun wilayah saya lebih baik lagi. Sementara lagi-lagi, kendalanya nyangkut di anggaran," ucapnya.
APBD Semarang pada 2011 ketika dia masih wakil wali kota, hanya 1,8 Triliun. Tetapi empat tahun kemudian meningkat tajam jadi 4,5 Triliun. Apa kuncinya?
"Komunikasi," jawabnya.
Selain mencoba menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah pusat, Hendrar cs mengupayakan sosialisasi kepada masyarakat setempat. Khususnya menarik kepercayaan masyarakat yang terlanjur apatis kepada pemerintah.
"Sikap
apatis warga harus dipecahkan. Caranya, kami lebih dulu mematahkan
sekat birokrasi. Enggak ada lagi pimpinan, bawahan. Pokoknya kerja baik,
kami sentuh semakin baik. Kalau tidak baik, kami berhentikan,"
tekannya.
Dia mengutip data DKD periode 2016,
tercatat ada 43 pegawai negeri kena sanksi. 13 orang diberhentikan, 18
orang dicopot jabatannya dan 12 orang diturunkan pangkatnya.
Penyelidikan mengungkap, semua terjerat masalah keuangan, penggelapan,
indikasi korupsi dan sebagainya.
Padahal,
menurut Hendrar ketika gaji PNS dinaikkan sebesar 50%, kesejahteraan
mereka telah dipenuhi. Itu berarti, pemerintah tinggal tegas dalam
penegakkan hukumnya.
Lebih lanjut, selama masa
kepemimpinannya, Hendrar mengajak warga aktif melaporkan hal-hal yang
perlu diperbaiki di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Caranya
bisa dengan mengirim pesan singkat ke nomor hotline yang ditentukan,
bisa juga lewat media sosial, seperti IG, FB, Twitter dan mention ke
akun resmi Balai Kota Semarang. Ia menjanjikan keluhan warga akan
ditindaklanjuti paling lambat 10 hari setelah dilaporkan.
"Dengan
menjalankan program yang benar, lambat laun masyarakat semakin percaya.
Indeks Korupsi kami juga melonjak dari urutan ke-25 pada 2010, menjadi
ketiga pada 2015," bebernya.
Setelah
mendapatkan kepercayaan masyarakat, baru lah Hendrar memaparkan
programnya untuk membuat warga bersatu padu, bergotong royong membangun
negeri.
Pembangunan
dimulai dari lingkungan sekitar. Pemerintah memberi stimulan dana Rp200
juta. Kemudian dikembangkan oleh warga untuk bangun infrastruktur dan
buka usaha. Inilah, kata Hendrar, yang jadi cikal bakal lahirnya 112
kampung tematik di Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Catatan: hasil liputan yang tidak dimuat.
No comments:
Post a Comment