Studi kualitatif SETARA Institute mengenai Kinerja
Kabinet Kerja pada tahun pertama, menemukan 10 menteri berkinerja terbaik
dengan komposisi 7 menteri berlatar belakang parpol dan 3 menteri berlatar
belakang profesional.
Mereka yang dianggap memiliki
kinerja terbaik antara lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti
menempati urutan pertama dengan perolehan akumulasi poin sebesar 8,29. Diikuti
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (skor 8), Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan
(skor 7,86), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan (skor 7,57),
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi (skor 7,29), Sekretariat Kabinet Pramono Anung (skor
7,29), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (skor 7,14), Menteri Luar Negeri
Retno LP Marsudi (skor 7,14), Mendes PDTT Marwan Jafar (skor 7) dan Menteri
Tenaga Kerja M. Hanif Dakhiri (skor 6,86).
Sementara 10 menteri berkinerja terburuk, memiliki komposisi sebaliknya. Hanya dua menteri yang punya afiliasi ke partai politik yang mendapat penilaian terendah, sedangkan 8 lainnya berasal dari kategori menteri non parpol.
Menko Kemaritiman Rizal Ramli (skor 4,43) menempati posisi
menteri berkinerja paling buruk. Diikuti menteri dari partai politik Nasdem,
Jaksa Agung HM Prasetyo (skor 4,57) yang mendapat penilaian menteri kabinet
kerja terburuk kedua.
Pada urutan ketiga dan seterusnya,
terdapat Menteri Pariwisata Arief Yahya (skor 5,14), Menteri ESDM Sudirman Said
(skor 5,29), Menteri BUMN Rini M. Soemarno (skor 5,71), Menteri Kesehatan Nila
F. Moeleok (skor 5,71), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (skor 5,86),
Menkumham Yasonna Laoly (skor 5,86), Menteri Perdagangan Thomas Lembong (skor
6,14) dan Menteri PPPA Yohanan Yambise (skor 6,14).
Direktur riset SETARA Institute, Ismail Hasani mengemukakan,
hasil survei di atas menunjukkan bahwa kecurigaan publik selama ini atas
menteri-menteri yang berasal dari partai politik tidak terbukti.
"Temuan ini menunjukkan bahwa pilihan Jokowi-JK untuk
memilih menteri parpol dengan kategori profesional terbukti berkontribusi pada
kinerja kabinet kerja di tahun pertama," katanya.
Namun hasil ini belum merupakan penilaian final terhadap
para menteri yang dianggap para peneliti dan ahli sudah baik ini.
"Saya bisa katakan persepsi masyarakat itu tidak terlalu
tepat dan belum berdampak. Belum ya, bukan tidak. Biasanya menteri-menteri
parpol akan mengeksploitasi sumber daya, kelihatan aslinya itu pada momen
tertentu, contohnya pada 2 tahun menjelang pemilu," ujarnya saat dihubungi
oleh Okezone pada Minggu (15/11/2015).
Menariknya, hasil penelitian yang dilakukan selama hampir dua bulan oleh Setara Institute berbeda jauh dengan hasil penelitian lembaga-lembaga survei, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Lembaga Survei Jakarta (LSJ). Dimana kedua lembaga survei yang menjaring persepsi publik menunjukkan menteri kemaritiman Rizal Ramli justru termasuk 5 besar menteri kabinet kerja yang kinerjanya terbaik.
Menariknya, hasil penelitian yang dilakukan selama hampir dua bulan oleh Setara Institute berbeda jauh dengan hasil penelitian lembaga-lembaga survei, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Lembaga Survei Jakarta (LSJ). Dimana kedua lembaga survei yang menjaring persepsi publik menunjukkan menteri kemaritiman Rizal Ramli justru termasuk 5 besar menteri kabinet kerja yang kinerjanya terbaik.
Ismail menjelaskan, pendekatannya saja sudah beda. Kalau
survei dengan pendekatan random sampling, kemudian menanyai responden secara
acak. Dimana pengetahuan antar responden pun berbeda, ada yang tahu betul, ada
yang tidak. Ditambah bias persepsi umum dan media hits dijadikan tolak ukurnya.
"Sementara kalau studi kualitatif, pendekatannya
memakai beberapa variabel. Kami pakai empat pendekatan, yakni dilihat
kepemimpinannya, kemudian dari segi kinerja, dukungan politik dan
kompetensi," terangnya.
Menurutnya, dari segi efektifitas kedua penelitian tersebut
di atas tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
"Ya, studi kualitatif ini sebagai pelengkap saja. Yang
mana penelitiannya didasarkan subjektivitas para penelitinya, namun dari segi
kedalaman, kami mengkaji betul-betul berdasarkan pendapat para ahli dan
data-data," tambahnya.
Perlu
diketahui, studi kualitatif tentang "Reshuffle Kabinet II: Kinerja Kabinet
Kerja" yang diterbitkan SETARA Institute bersumber pada dokumen
perencanaan, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2014-2019, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian, hasil laporan audit
keuangan BPK dan pemberitaan yang beredar di media massa.
Catatan: Hasil Liputan yang Tidak Dimuat
No comments:
Post a Comment