Gambar: mases.ca |
Kilas balik
menatap praktik hukum di Indonesia, rasanya sudah tidak asing lagi mendengar
ketimpangan perlakuan masyarakat di mata hukum. Padahal, jelas tertuang dalam pasal
27 ayat (1) UUD 1945 bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Faktanya, semua orang (tidak) sama di mata hukum.
Angelina
Sondakh, single parent yang mengurus
ketiga anaknya sepeninggalan almarhum suaminya, Aji Masaid. Terjerat kasus
korupsi tidak meluputkannya dari keterasingan, ia tetap dapat menemui
keluarganya, hingga hukuman yang terbilang ringan, lebih rendah dari tuntuntan
JPU. Sementara, ada Prita Mulyasari yang diadukan atas perusakan nama baik
suatu institusi kesehatan, yang mana pada lain sisi, ia sebenarnya hanya
menceritakan pengalamannya semata-mata agar warga waspada akan perawatan yang
lalai dilakukan.
Terakhir,
kasus Lancer maut yang menimpa AQJ, putra bungsu musisi ternama Ahmad Dani dan
Maia Estianty. Kecelakaan terjadi di tol jagorawi km yang menewaskan 7 orang
dan melukai 11 orang.
Apa yang
akan terjadi pada AQJ? Seorang anak, 13 tahun, dengan kondisi yang masih
kritis, telah melayangkan 7 nyawa dan melukai 11 orang. Kepada siapa kasus ini
dipertanggungjawabkan?
Sehari
setelah kejadian Lancer maut, putra bungsu Ahmad Dani dan Maia Estianty
langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Sayangnya,
ternyata asas praduga tak bersalah tidak berlaku untuk orang-orang terkenal,
apalagi anak orang terkenal.
Nama anak
di bawah umur yang seharusnya disamarkan indetitasnya dalam pemberitaan
dilanggar banyak media pers. Nasib memang, ketika sudah disingkat pun apa daya?
Identitas sang anak sudah terumbar ke mana-mana.
Ini mungkin
yang perlu menjadi kewaspadaan para pesohor kita ke depannya. Hati-hati dengan
kelakuan dan perkataan. Kalau tidak bisa menjaga image, lebih baik mundur jadi
pesohor.