Negara
ideal Plato
Sebagaimana
dasar dari filsafat Plato adalah keutamaan dan kebajikan ( virtue ), maka
negara ideal yang digambarkan Plato adalah sebuah negara yang didasarkan pada
kebajikan. Erat sekali hubungan antara kebajikan dan pengetahuan. Hanya melalui
pengetahuanlah orang mengerti kebajikan. Jadi penguasaan negara diberikan pada
mereka yang paling berpengetahuan. Inilah yang kemudian disebutnya Filsuf-raja.
Hanya para filsuflah, menurut Plato, yang paling layak memerintah karena mereka
memiliki virtue serta mendasarkan seluruh hidupnya pada kebajikan. Ini
diibaratkan seorang dokter, para filsuf adalah orang yang paling mengerti
penyakit dalam masyarakat, menganalisa dan mencari pemecahan serrta
pengobatannya. Hanya negara yang dipimpin Filsuf-rajalah yang bisa menjadi
negara paling makmur sesuai cetak biru negara ideal di dunia ide Plato.
Guardians
dan lembaga pendidikan
Filsuf-raja,
yakni penguasa dan aparat serta pejabatnya haruslah dipilih dari anggota
masyarakat yang terdidik dan terlatih. Mereka inilah yang disebut Guardians.
Keanggotaan Guardians terbuka bagi setiap warga negara tanpa memandang status
sosial dan gender. Setiap orang harus mendapat kesempatan yang sama melalui
pendidikan. Hanya mereka yang lulus dari pendidikan berjenjang, ditambah 15
tahun berhasil membuktikan kemampuan dalam praktek lapangan sesuai pendidkan
yang diterimanya yang berhak menjadi anggota Guardians.
Atas
perlunya penyaringan masyarakat untuk menjadi Guardians inilah Plato
menyarankan dibentuknya berbagai lembaga pendidikan (dia sendiri
mempraktekannya dengan mendirikan Akademi). Lembaga – lembaga ini dikelola oleh
negara. Keterampilan – fisik dan militer serta ilmu pengetahuan harus diajarkan
secara adil dan berjenjang sesuai tahap – tahap perkembangan jiwa manusia.
Dengan dasar inilah Plato kemudian memisahkan masyarakat menjadi dua kelompok
besar, yakni Guardians dan Golongan Karya, yang mungkin dalam bahasa kita
sekarang adalah militer dan sipil. Guardians adalah orang – orang pilihan yang
dipilih berdasar kemampuan mereka lulus dari ujian di tiap jenjang pendidikan,
sedang Golongan Karya adalah warga negara pada umumnya yang bekerja
menghasilkan uang.
Kelas –
kelas sosial
Plato
membagi masyarakat Negara ke dalam tiga kelas :
- Kelas
penasehat/pembimbing (counselors). Yakni para cendekiawan/filsuf, orang –
orang yang pada akhirnya menjadi penguasa negara.
- Kelas pembantu (the
state assistans), yakni militer. Mereka yang bertugas menjaga negara dari
berbagai ancaman dan bahaya.
- Kelas penghasil (money
makers), adalah rakyat secara keseluruhan.
Komunisme
terbatas
Bisa
dikatakan Plato adalah pencetus paling awal gagasan komunisme. Menurutnya,
dalam pembagian kekayaan negara harus dibedakan sesuai jenis masyarakat. Jenis
masyarakat pribadi, emas atau perak. Mereka digaji oleh negara, itupun dalam
jumlah sedikit. Kepuasan para pegawai negeri ini tidak terletak pada banyaknya
materi, melainkan sebagai pelayan dan abdi negara.
Sementara
rakyat secara keseluruhan yang tak punya pilihan lain selain menjadi Golongan Karya,
Plato memperlakukan berbeda. Mereka ini masih boleh memiliki kekayaan pribadi,
tapi jumlahnya harus terbatas. Tidak boleh kaya, tapi juga tidak miskin. Bila
tampak masyarakat mulai membutuhkan bantuan, maka kewajiban negara mengucurkan
dana. Akan tetapi bila dirasa cukup, bantuan ditarik kembali (pengkritik modern
menganggapnya menjadikan semacam masyarakat yang lemah dan tergantung, sebab
sudah menjadi sifat rakyat bila terlalu miskin bisa memberontak dan memancing
revolusi, sementara telalu kaya bisa menjadi masyarakat yang kritis). Dengan
demikian, jelaslah bagi kita sekarang, negara mana pun yang menerapkan ajaran Plato ini adalah
negara yang warna politiknya komunisme terbatas.
Anti
individualisme
Di
sisi lain, Plato juga mengajarkan anti individualisme. Menurutnya, lembaga
perkawinan dan keluarga harus dihapus. Baik kekayaan, anak maupun istri harus
menjadi milik bersama seluruh warga negara. Argumennya yaitu :
1. Kekayaan
Harus menjadi milik bersama
karena kepemilikan perorangan bisa menyebabkan ketimpangan ekonomi, menciptakan
jurang si kaya dan miskin dan pada akhirnya menyebabkan masyarakat terpecah.
Memang kekayaan masih boleh dimiliki, tetapi harus dibatasi negara. Dengan
demikian, tak ada lagi si kaya dan si
miskin.
2. Anak
Harus menjadi milik bersama
karena setiap individu anak adalah bibit Negara. Setiap anak dipelihara
Negara, dididik secara berjenjang. Mereka tidak boleh mengetahui orangtuanya.
Begitu pun sebaliknya. Semua warga Negara adalah saudara.
3. Istri
Harus menjadi milik bersama. Tak
seorang pun berhak menyatakan memiliki seorang istri. Istri harus menjadi milik
kolekti. Hal ini karena baginya, lembaga perkawinan hanya menciptkan
diskriminasi bagi wanita. Wanita tidak lagi bisa berperan penuh sebagaimana
laki – laki, kasrena melalui lrmbaga perkaswainan, wanita terinstitusional
secara sosial sebagai pekerja runmah tangga, mengabdi pada suami dan mengasuh
anak –asnak. Padahal wanita pun punya potensi yang sama dengan laki – laki.
Dari pelbagai sumber.