Labels

Thursday, September 15, 2011

Pemikiran Plato


Negara ideal Plato
Sebagaimana dasar dari filsafat Plato adalah keutamaan dan kebajikan ( virtue ), maka negara ideal yang digambarkan Plato adalah sebuah negara yang didasarkan pada kebajikan. Erat sekali hubungan antara kebajikan dan pengetahuan. Hanya melalui pengetahuanlah orang mengerti kebajikan. Jadi penguasaan negara diberikan pada mereka yang paling berpengetahuan. Inilah yang kemudian disebutnya Filsuf-raja. Hanya para filsuflah, menurut Plato, yang paling layak memerintah karena mereka memiliki virtue serta mendasarkan seluruh hidupnya pada kebajikan. Ini diibaratkan seorang dokter, para filsuf adalah orang yang paling mengerti penyakit dalam masyarakat, menganalisa dan mencari pemecahan serrta pengobatannya. Hanya negara yang dipimpin Filsuf-rajalah yang bisa menjadi negara paling makmur sesuai cetak biru negara ideal di dunia ide Plato.

Guardians dan lembaga pendidikan
Filsuf-raja, yakni penguasa dan aparat serta pejabatnya haruslah dipilih dari anggota masyarakat yang terdidik dan terlatih. Mereka inilah yang disebut Guardians. Keanggotaan Guardians terbuka bagi setiap warga negara tanpa memandang status sosial dan gender. Setiap orang harus mendapat kesempatan yang sama melalui pendidikan. Hanya mereka yang lulus dari pendidikan berjenjang, ditambah 15 tahun berhasil membuktikan kemampuan dalam praktek lapangan sesuai pendidkan yang diterimanya yang berhak menjadi anggota Guardians.

Atas perlunya penyaringan masyarakat untuk menjadi Guardians inilah Plato menyarankan dibentuknya berbagai lembaga pendidikan (dia sendiri mempraktekannya dengan mendirikan Akademi). Lembaga – lembaga ini dikelola oleh negara. Keterampilan – fisik dan militer serta ilmu pengetahuan harus diajarkan secara adil dan berjenjang sesuai tahap – tahap perkembangan jiwa manusia. Dengan dasar inilah Plato kemudian memisahkan masyarakat menjadi dua kelompok besar, yakni Guardians dan Golongan Karya, yang mungkin dalam bahasa kita sekarang adalah militer dan sipil. Guardians adalah orang – orang pilihan yang dipilih berdasar kemampuan mereka lulus dari ujian di tiap jenjang pendidikan, sedang Golongan Karya adalah warga negara pada umumnya yang bekerja menghasilkan uang.

Kelas – kelas sosial
Plato membagi masyarakat Negara ke dalam tiga kelas :
  1. Kelas penasehat/pembimbing (counselors). Yakni para cendekiawan/filsuf, orang – orang yang pada akhirnya menjadi penguasa negara.
  2. Kelas pembantu (the state assistans), yakni militer. Mereka yang bertugas menjaga negara dari berbagai ancaman dan bahaya.
  3. Kelas penghasil (money makers), adalah rakyat secara keseluruhan.
Komunisme terbatas
Bisa dikatakan Plato adalah pencetus paling awal gagasan komunisme. Menurutnya, dalam pembagian kekayaan negara harus dibedakan sesuai jenis masyarakat. Jenis masyarakat pribadi, emas atau perak. Mereka digaji oleh negara, itupun dalam jumlah sedikit. Kepuasan para pegawai negeri ini tidak terletak pada banyaknya materi, melainkan sebagai pelayan dan abdi negara.

Sementara rakyat secara keseluruhan yang tak punya pilihan lain selain menjadi Golongan Karya, Plato memperlakukan berbeda. Mereka ini masih boleh memiliki kekayaan pribadi, tapi jumlahnya harus terbatas. Tidak boleh kaya, tapi juga tidak miskin. Bila tampak masyarakat mulai membutuhkan bantuan, maka kewajiban negara mengucurkan dana. Akan tetapi bila dirasa cukup, bantuan ditarik kembali (pengkritik modern menganggapnya menjadikan semacam masyarakat yang lemah dan tergantung, sebab sudah menjadi sifat rakyat bila terlalu miskin bisa memberontak dan memancing revolusi, sementara telalu kaya bisa menjadi masyarakat yang kritis). Dengan demikian, jelaslah bagi kita sekarang, negara mana pun  yang menerapkan ajaran Plato ini adalah negara yang warna politiknya komunisme terbatas.

Anti individualisme
Di sisi lain, Plato juga mengajarkan anti individualisme. Menurutnya, lembaga perkawinan dan keluarga harus dihapus. Baik kekayaan, anak maupun istri harus menjadi milik bersama seluruh warga negara. Argumennya yaitu :
1.      Kekayaan
Harus menjadi milik bersama karena kepemilikan perorangan bisa menyebabkan ketimpangan ekonomi, menciptakan jurang si kaya dan miskin dan pada akhirnya menyebabkan masyarakat terpecah. Memang kekayaan masih boleh dimiliki, tetapi harus dibatasi negara. Dengan demikian, tak ada lagi  si kaya dan si miskin.
2.      Anak
Harus menjadi milik bersama karena setiap individu anak adalah bibit Negara. Setiap anak dipelihara Negara, dididik secara berjenjang. Mereka tidak boleh mengetahui orangtuanya. Begitu pun sebaliknya. Semua warga Negara adalah saudara.
3.      Istri
Harus menjadi milik bersama. Tak seorang pun berhak menyatakan memiliki seorang istri. Istri harus menjadi milik kolekti. Hal ini karena baginya, lembaga perkawinan hanya menciptkan diskriminasi bagi wanita. Wanita tidak lagi bisa berperan penuh sebagaimana laki – laki, kasrena melalui lrmbaga perkaswainan, wanita terinstitusional secara sosial sebagai pekerja runmah tangga, mengabdi pada suami dan mengasuh anak –asnak. Padahal wanita pun punya potensi yang sama dengan laki – laki.

Dari pelbagai sumber.

No comments:

Post a Comment