Doc. Google Images |
Penulis: A.M. Dewabrata
Cetakan: Edisi Revisi, 2010
Tebal: xxiv+204 halaman
ISBN: 978-979-709-508-6
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara
Bab 1 Kalimat Jurnalistik
Bab 2 Susunan Kalimat Jurnalistik
Bab 3 Nalar dan Logika
Bab 4 Akurasi
Bab 5 Hukum DM
Bab 6 Kata Tidak
Bab 7 Pemilihan Kata
Bab 8 Kata Pungutan (Adopsi)
Bab 9 Penghematan Kata
Menulis di atas sebuah kertas merupakan hal yang mudah. Setiap orang yang melek huruf tentunya mampu menulis dengan lancar. Namun beda soal ketika kita bicara soal menulis sebuah cerita atau esai. Ternyata tidak semua orang yang melek huruf mampu melakukannya. Merangkai kata-kata yang mengalir, logis dan lugas ternyata tidak semudah membacanya. Padahal kita tahu benar arti dan eksistensi kata-kata tersebut. Tetapi ketika disuruh menuliskannya, kita tersendat hanya sebatas kata yang itu-itu melulu.
Lain tujuan lain cara. Demikian halnya dalam membuat tulisan. Lain jenis, lain pula gaya bahasanya. Penulisan ilmiah atau akademis yang baku dan sistematis berbeda dengan penulisan cerpen atau novel yang puitis dan naratif. Beda lagi dengan penulisan karya sastra baik prosa, puisi maupun pantun yang punya ketentuan rima, baris dan sebagainya. Lain lagi dengan penulisan naskah film dan drama yang dialogis. Demikian pula dalam menulis berita di media massa, terdapat gaya bahasa dan rangkaian kalimat yang berbeda dengan karya tulis tersebut di atas.
"Bagi khalayak ramai, bahasa jurnalistik yang sering mereka sebut sebagai bahasa koran atau bahasa media massa ditenggarai memiliki kalimat dan alinea pendek-pendek, tidak semeter panjangnya. Bahasanya juga enak dibaca. Meski demikian, mereka umumnya tidak tahu selebihnya.
Alinea pendek, dan bahasa yang enak dibaca, hanyalah bagian kecil dari persyaratan yang mustinya ada dalam ragam jurnalistik. Lebih dalam dari itu, etika dasar jurnalistik menuntut agar bahasa di media massa menyiratkan kejujuran, hangat, akurat, sopan, dan tidak dibenarkan menggunakan kata-kata kasar atau yang menyakiti hati seseorang. Kutipan tidak boleh diubah-ubah sembarangan, apalagi diubah tanpa alasan yang mendasar. Perubahan hanya diizinkan, misalnya pada bahasa daerah atau slang dan term-term ilmiah yang susah dipahami seandainya tidak diubah. Kutipan juga harus selalu menyebutkan sumbernya." (halaman 4)Bab 1 Kalimat Jurnalistik
Media massa merupakan saluran penyampaian pesan dari komunikator massa, dalam hal ini redaksi atau awak media massa, kepada khalayak ramai atau pembaca (pendengar untuk radio atau penonton untuk televisi) dalam komunikasi massa. Dimana sebagian besar proses komunikasi terjadi satu arah. Dengan demikian, kunci sukses penyampaian pesan komunikasi satu arah ialah penggunaan bahasa yang efektif.
Bab 2 Susunan Kalimat Jurnalistik
Bab ini disertai contoh-contoh penggunaan kalimat jurnalistik yang dikutip dari harian Kompas sendiri. Dimana penulis menyajikan contoh kalimat yang salah atau kurang runut menjadi kalimat jurnalistik yang sebagaimana mustinya. Selain mudah dimengerti, kalimat jurnalistik seyogianya juga memperhatikan nalar ceritanya, kalimat yang mengalir serta penggunaan bahasa dan pemilihan kata yang bermakna berbeda.
Bab 3 Nalar dan Logika
Kalimat jurnalistik yang sesuai nalar dan logika berarti alurnya jelas, tidak rancu atau mudah disalahpahami maksudnya. Dengan kata lain, kalimat jurnalistik tidak boleh mengada-ada atau mengelabui, walau tanpa disengaja. Oleh karena itu, wartawan perlu memiliki logika yang kuat dalam proses pengejaran beritanya. Kalau wartawannya sendiri belum paham secara detil, tulisannya akan kering. Parahnya lagi malah tidak logis ketika dibaca. Penulis dalam kesempatan ini juga mengingatkan pembaca agar berhati-hati mengategorikan sesuatu. Bagaimana pun, kalimat jurnalistik selain untuk memberikan informasi juga merupakan kekuatan bagi media massa untuk mencapai kredibilitas yang tinggi di benak pembacanya. Jika infonya tidak jelas, siapa juga yang mau baca. Macam racauan pemabuk saja.
Bab 4 Akurasi
"Berita yang tidak akurat tidak bisa dipegang kebenarannya. ... Media massa yang berulang kali menyajikan berita tidak akurat akan kehilangan reputasinya, kehilangan kepercayaan dari audiensnya (pembaca/pendengar/pemirsanya) dan ditinggalkan." (halaman 99)Salah satu hal yang sering diabaikan oleh redaksi dalam menyajikan akurasi ialah penyantuman atribusi. Atribusi di sini, yakni pengungkapan asal usul dan atau situasi narasumber saat dimintai kutipannya oleh si wartawan. Hal ini selain berguna untuk menunjang daya imajinasi pembaca, pun menjadi bukti pertanggungjawaban si wartawan ketika terjadi masalah terkait pemberitaannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kalimat jurnalistik ialah kesejajaran atau parallellisme. Kesejajaran itu antara lain, kesejajaran bentuk, konstruksi dan makna yang saling berhubungan.
Kesejajaran bentuk dalam kalimat majemuk misalnya, "jika salah satu klausanya (induk kalimat atau anak kalimat) mengandung kata kerja aktif, klausa (induk kalimat atau anak kalimat) lainnya juga sebaiknya mengandung kata kerja aktif." (halaman 127) Demikian juga sebaliknya, jika salah satu klausa mengandung kata kerja pasif, maka keduanya menggunakan kata kerja pasif.
Kesejajaran konstruksi. Hal yang perlu diperhatikan adalah satuan gramatikal bahasanya, yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf.
Kesejajaran makna, contohnya:
"Negara yang terancam terkena krisis global adalah Jepang, China, Korea Selatan dan ASEAN." (halaman 134)Sepintas terlihat wajar. Namun, jika ditilik lagi, kata Jepang, China dan Korea Selatan termasuk nama negara. Sementara ASEAN adalah persekutuan negara-negara di Asia Tenggara. Inilah kesalahannya. Seharusnya, ditulis saja menjadi "...dan negara anggota ASEAN." atau "negara yang tergabung dalam ASEAN."
Bab 5 Hukum DM
Berdasarkan aturan tata bahasa Indonesia, dikenal istilah "diterangkan-menerangkan". Inilah yang dimaksud dengan hukum DM, "baik dalam kata majemuk maupun dalam kalimat, segala sesuatu yang menerangkan selalu terletak di belakang yang diterangkan." (wikipedia.org, akses 06 Maret 2015)
Bab 6 Kata Tidak
Setelah diajak berpikir nalar dan logis, memerhatikan akurasi dan hukum DM. Selanjutnya, wartawan juga dianjurkan untuk berhati-hati menggunakan kata tidak dalam menegasikan kata terdekat di belakangnya. Jangan ragu untuk memecah kalimat menjadi dua, daripada membingungkan.
Bab 7 Pemilihan Kata
Pemilihan kata atau yang kita kenal dengan diksi berperan penting dalam penyusunan kalimat jurnalistik. Beberapa kalimat kadang terkesan wajar, namun salah-salah bisa menimbulkan kesan berat sebelah atau memihak. Misalnya dalam penggunaan kata menyatakan, menegaskan dan mengungkapkan. Ketiga kata tersebut berarti mengatakan, tetapi memiliki nuansa yang berbeda satu sama lain.
Bab 8 Kata Pungutan (Adopsi)
Bahasa Indonesia sebagian besar merupakan bahasa serapan dari bahasa asing. Faktanya, tidak semua kata memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Lalu bagaimana? Dalam penulisan berita, membiarkan kata-kata tersebut tetap dalam bahasa aslinya bisa jadi lebih baik.
Bab 9 Penghematan Kata
Sama seperti yang diajarkan dalam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah, kalimat yang baik adalah kalimat yang efektif. Kalimat efektif berarti hemat kata, kalimatnya tidak bertele-tele namun jelas pesannya. Dalam penulisan berita terdapat batasan halaman atau kolom (pada media cetak) dan durasi (media elektronik). Dengan demikian, penghematan kata sangat dibutuhkan dalam penulisan berita.
***
Dalam buku Seri Jurnalistik Kompas karangan A.M. Dewabrata, kali ini Kompas berbagi tips menulis kalimat jurnalistik yang baik dan benar dalam penulisan berita. Berbekal pengalaman almarhumah penulis sebagai wartawan di surat kabar Merdeka Jakarta, harian Pedoman, Berita Buana dan terakhir di Kompas, buku ini mampu menyajikan pedoman penulisan kalimat berita yang jelas, mudah dimengerti dan penting namun seringkali diabaikan oleh redaksi profesional sekalipun.
Buku ini sangat baik dibaca oleh mahasiswa-mahasiswi jurnalistik dan para jurnalis pemula. Secara pribadi, saya juga sangat merekomendasikan buku ini untuk dipakai di perguruan tinggi. Sebab, berdasarkan pengalaman saya, dosen-dosen di perguruan tinggi kebanyakan bicara soal kaidah penulisan jurnalistik, piramida terbalik, tata letak paragraf penulisan editorial dan kode etik jurnalistik. Namun jarang ada yang membeberkan contoh kesalahan dan perbaikan penulisan kalimat seperti yang mampu diulas buku seri jurnalistik media nasional terkemuka ini. Padahal, teori saja tidak cukup. Mahasiswa butuh arahan penulisan yang nyata. Bukan sekadar kaidah penulisan di awang-awang.
No comments:
Post a Comment