Labels

Monday, April 13, 2015

Popularitas Jokowi dan Mega Kalah Jauh dari SBY

Logo situs TokohIndonesia.com
Menarik ketika saya melihat sebuah polling di situs TokohIndonesia.com, sebuah situs ensiklopedia biografi para tokoh ternama Indonesia. Polling diadakan guna menetapkan Presiden RI mana yang paling difavoritkan pengunjung. Mengejutkan, ketika saya melihat ternyata perolehan suara Jokowi terkecil di antara presiden-presiden pendahulunya. Bahkan SBY masih jauh lebih diidolakan oleh pengunjung situs Tokohindonesia.com dengan perolehan dukungan sebanyak 690 suara atau 11%. Ada apa gerangan ini? Ada apa denganmu Pak Presiden?

Di-capture pada 12 April 2015
sekitar pukul 19.00 WIB
Semasa pemilu presiden 2014 lalu, masih terngiang dalam ingatan betapa dielu-elukannya mantan Gubernur D.K.I. Jakarta yang bersahaja ini. Keberhasilannya membangun kota Solo menjadi kota yang lebih rapi, berbudaya, menghidupi 'wong cilik' melambungkan namanya hingga ke telinga ibukota. Anak kemarin sore yang digadang-gadang, atau dengan kata lain, tepatnya, diharap-harapkan dapat memperbaiki kondisi ibukota yang super semerawut ini saking populernya sampai dicalonkan rakyat menjadi 'orang nomor wahid di Indonesia. Penampilannya yang sederhana, gayanya yang mau dekat dengan rakyat, keramahan Beliau, hobinya yang suka blusukan..aduhai, membuat terpincut hati 53,5% rakyat Indonesia. Namun kini mengapa popularitas Jokowi menurun? Hmmph...

Kesalahan Jokowi

Berikut beberapa kekeliruan Jokowi yang mungkin menjadi faktor turunnya kepercayaan masyarakat kepada pemilik nama lengkap Joko Widodo pasca keterpilihannya sebagai Presiden RI ke-7.
  1. Pelanggar HAM bebas bersyarat
    Tertanggal 28 November 2014, Pollycarpus, pembunuh aktivis Munir dibebaskan bersyarat. Padahal masa kurungannya masih 6 tahun lagi. Janji Nawacita Jokowi-JK lantas dipertanyakan.
  2. Naik-turunnya harga BBM
    Setiap 2 minggu sekali harga BBM berubah. Bulan Januari dan Februari harga solar dan premium mengalami penurunan hingga Rp.6400,00 dan Rp.6900,00. Namun sejak Maret kemarin, BBM kembali naik menjadi Rp.6900,00 untuk solar dan Rp.7.400,00 untuk premium. Kebijakan ini benar-benar membingungkan masyarakat dan mengacaukan harga pasar. Lihat saja beberapa berita terkait yang muncul di Tempo.co pada tautan ini: http://www.tempo.co/read/news/2015/04/01/058654549/Mahasiswa-Bangkalan-Protes-BBM-Pengusaha-SPBU-Tutup-Usaha.
  3. Menter-menteri yang dinilai kebijakannya aneh
    Kabinet Menteri Jokowi-JK dinilai tidak kompeten. Malah mengecewakan. Terutama Menteri Ekonomi yang tidak bisa menstabilkan harga sembako, naik turun BBM dan pelemahan rupiah. Kemudian Menteri Penerbangan Ignatius Jonan yang dianggap nyeleneh dan tidak cerdas dalam menjawab persoalan pelanggaran maskapai.
  4. Penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri
    Kisruh KPK vs Polri atau cicak versus buaya kembali menjadi sorotan. Walaupun dibantah mati-matian oleh Polri, masyarakat tetap menilai kriminalisasi terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjayanto merupakan aksi balas dendam Polri atas penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Putusan yang mengakibatkan gagalnya BG dilantik jadi Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman yang sudah waktunya pensiun. Lalu, bagaimana presiden menanggapi kasus ini? Hanya sekadar wacana yang lagi-lagi tanpa penyelesaian yang jelas. Jabatan pimpinan KPK sementara didelegasikan kepada
    Taufiequrachman Ruki selaku Plt. Ketua, mantan jubir KPK Johan Budi dan Zulkarnaen. Sementara jabatan Plt. Kapolri diamanatkan kepada
    Komjen Badrodin Haiti dan Kepala Bareskrim dipegang Komjen Budi Waseso.
  5. Keretakan dengan JK dan KIH
    Luhut Binsar Pandjaitan dilantik sebagai Kepala Staf Kepresidenan di Istana Negara, Keputusan Presiden Nomor 148/P/2014 yang ditandatangani Jokowi pada 31 Desember 2014. (Fery. 2014. http://www.tempo.co/read/news/2014/12/31/078632090/Jokowi-Lantik-Luhut-Jadi-Kepala-Staf-Kepresidenan. Akses 13 April 2015) Putusan ini ternyata kurang menyenangkan hati JK sehingga ada saling sindir antara presiden dan wakilnya. Hal inilah yang dicium awak media sebagai tanda-tanda keretakan hubungan duo eksekutif RI ini.
    Sindiran Megawati juga jelas ditujukan kepada Jokowi dalam pidato politiknya, "kalau tidak mau disebut petugas partai, keluar!" (http://www.tempo.co/read/news/2015/04/11/078657070/Sindir-Jokowi-MegaTak-Mau-Disebut-Petugas-Partai-Keluar) Anehnya lagi, koalisi yang mendukung kenaikan Jokowi sebagai presiden kini malah menolak kebijakan Jokowi dan partai lawan malah mendukung kebijakannya.
Wah, kasihan Jokowi. Serasa berjalan sendirian. Entah siapa yang benar dan siapa yang patut dipersalahkan. Bagaimanapun, rakyat menuntut Jokowi-JK untuk menepati janji-janjinya. Program Nawa cita dan Trisakti Jokowi sangat ditunggu realisasinya oleh masyarakat. Hemat saya, jika Jokowi sampai mengkhianati (lagi-lagi) kepercayaan segenap rakyat Indonesia, bisa-bisa rakyat tidak akan percaya lagi pada demokrasi dan presidensial. Waah, jangan sampai ramalan sistem pemerintahan Polybius terjadi pada NKRI. Dimana keruntuhan demokrasi mengakibatkan rakyat berbondong-bondong ingin memimpin sendiri. Inilah kekacauan atau akhir dari suatu negara yang memasuki sistem pemerintahan okhlokrasi.

Berdasarkan polling presiden RI yang diidolakan pengunjung situs TokohIndonesia.com, demikianlah yang terjadi. Hasilnya, Bapak Proklamator masih menjadi presiden yang paling diidolakan dengan perolehan suara 2311 (35%), diikuti BJ Habibie dengan 1219 suara (19%), selisih 12 suara dengan Mayjen Soeharto (18%). Posisi keempat dan keenam ditempati oleh (alm.) Gus Dur dengan 735 suara (11%) dan Megawati sebanyak 216 suara (3%). 

Presiden Masih Dipercaya
Penilaian berbeda terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden ditunjukan indobarometer. Seperti dilansir dari antaranews.com, tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres M. Jusuf Kalla masih sebesar 57,5 persen. Meskipun tingkat kepercayaan terhadap lembaga kepresidenan lebih tinggi, yakni mencapai 88,3 persen. 

"Jadi dari hasil survei ini pesannya jelas, cepat-cepat harus segera dilakukan perbaikan-perbaikan mumpung tingkat kepercayaan terhadap lembaga kepresidenan masih tinggi meskipun kepercayaan terhadap presiden lebih rendah," kata Direktur Indo Barometer M Qodari saat memaparkan hasil survei di Jakarta, Senin.

Survei dilakukan Indo Barometer pada tanggal 13 sampai dengan 25 Maret 2015 di 34 provinsi dengan responden sebesar 1.200 orang dengan margin of error sebesar 3,0 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Suryo, Jaka. 2015. http://www.antaranews.com/berita/489274/indobarometer-kepuasan-terhadap-pemerintahan-jokowi-jk-575-persen. Akses 13 April 2015)


Nah, catatan dari penulis adalah hasil polling melalui media siber memiliki banyak kerugian dan akurasi yang lemah. Oleh karena itu, hasil polling di TokohIndonesia.com belum tentu benar atau mampu mewakili penilaian masyarakat atas kepemimpinan Jokowi selaku kepala negara. Lagipula yang ditanyakan adalah presiden RI yang diidolakan. Persepsi mendukung dan mengidolakan adalah 2 hal yang berbeda soal. Namun begitu, penulis menonjolkan penilaian media siber tersebut guna mengkritisi kinerja pemerintahan Jokowi-JK yang bagi penulis pribadi memang belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Kiranya Pak Jokowi bisa benar-benar mewujudkan visi revolusi mental yang memajukan bangsa dan negara. Sesuai yang dicita-citakan para founding father kita: mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan budaya nasional.

Wednesday, March 4, 2015

Waijb Baca! Panduan Mencermati Penulisan Berita

Doc. Google Images
Judul: Kalimat Jurnalistik (Panduan Mencermati Penulisan Berita)
Penulis: A.M. Dewabrata
Cetakan: Edisi Revisi, 2010
Tebal: xxiv+204 halaman
ISBN: 978-979-709-508-6
Penerbit: PT Kompas Media Nusantara


Bab 1 Kalimat Jurnalistik
Bab 2 Susunan Kalimat Jurnalistik
Bab 3 Nalar dan Logika
Bab 4 Akurasi
Bab 5 Hukum DM
Bab 6 Kata Tidak
Bab 7 Pemilihan Kata
Bab 8 Kata Pungutan (Adopsi)
Bab 9 Penghematan Kata

Menulis di atas sebuah kertas merupakan hal yang mudah. Setiap orang yang melek huruf tentunya mampu menulis dengan lancar. Namun beda soal ketika kita bicara soal menulis sebuah cerita atau esai. Ternyata tidak semua orang yang melek huruf mampu melakukannya. Merangkai kata-kata yang mengalir, logis dan lugas ternyata tidak semudah membacanya. Padahal kita tahu benar arti dan eksistensi kata-kata tersebut. Tetapi ketika disuruh menuliskannya, kita tersendat hanya sebatas kata yang itu-itu melulu.

Lain tujuan lain cara. Demikian halnya dalam membuat tulisan. Lain jenis, lain pula gaya bahasanya. Penulisan ilmiah atau akademis yang baku dan sistematis berbeda dengan penulisan cerpen atau novel yang puitis dan naratif. Beda lagi dengan penulisan karya sastra baik prosa, puisi maupun pantun yang punya ketentuan rima, baris dan sebagainya. Lain lagi dengan penulisan naskah film dan drama yang dialogis. Demikian pula dalam menulis berita di media massa, terdapat gaya bahasa dan rangkaian kalimat yang berbeda dengan karya tulis tersebut di atas. 
"Bagi khalayak ramai, bahasa jurnalistik yang sering mereka sebut sebagai bahasa koran atau bahasa media massa ditenggarai memiliki kalimat dan alinea pendek-pendek, tidak semeter panjangnya. Bahasanya juga enak dibaca. Meski demikian, mereka umumnya tidak tahu selebihnya. 
Alinea pendek, dan bahasa yang enak dibaca, hanyalah bagian kecil dari persyaratan yang mustinya ada dalam ragam jurnalistik. Lebih dalam dari itu, etika dasar jurnalistik menuntut agar bahasa di media massa menyiratkan kejujuran, hangat, akurat, sopan, dan tidak dibenarkan menggunakan kata-kata kasar atau yang menyakiti hati seseorang. Kutipan tidak boleh diubah-ubah sembarangan, apalagi diubah tanpa alasan yang mendasar. Perubahan hanya diizinkan, misalnya pada bahasa daerah atau slang dan term-term ilmiah yang susah dipahami seandainya tidak diubah. Kutipan juga harus selalu menyebutkan sumbernya." (halaman 4)
Bab 1 Kalimat Jurnalistik
Media massa merupakan saluran penyampaian pesan dari komunikator massa, dalam hal ini redaksi atau awak media massa, kepada khalayak ramai atau pembaca (pendengar untuk radio atau penonton untuk televisi) dalam komunikasi massa. Dimana sebagian besar proses komunikasi terjadi satu arah. Dengan demikian, kunci sukses penyampaian pesan komunikasi satu arah ialah penggunaan bahasa yang efektif.

Bab 2 Susunan Kalimat Jurnalistik
Bab ini disertai contoh-contoh penggunaan kalimat jurnalistik yang dikutip dari harian Kompas sendiri. Dimana penulis menyajikan contoh kalimat yang salah atau kurang runut menjadi kalimat jurnalistik yang sebagaimana mustinya. Selain mudah dimengerti, kalimat jurnalistik seyogianya juga memperhatikan nalar ceritanya, kalimat yang mengalir serta penggunaan bahasa dan pemilihan kata yang bermakna berbeda.

Bab 3 Nalar dan Logika
Kalimat jurnalistik yang sesuai nalar dan logika berarti alurnya jelas, tidak rancu atau mudah disalahpahami maksudnya. Dengan kata lain, kalimat jurnalistik tidak boleh mengada-ada atau mengelabui, walau tanpa disengaja. Oleh karena itu, wartawan perlu memiliki logika yang kuat dalam proses pengejaran beritanya. Kalau wartawannya sendiri belum paham secara detil, tulisannya akan kering. Parahnya lagi malah tidak logis ketika dibaca. Penulis dalam kesempatan ini juga mengingatkan pembaca agar berhati-hati mengategorikan sesuatu. Bagaimana pun, kalimat jurnalistik selain untuk memberikan informasi juga merupakan kekuatan bagi media massa untuk mencapai kredibilitas yang tinggi di benak pembacanya. Jika infonya tidak jelas, siapa juga yang mau baca. Macam racauan pemabuk saja.

Bab 4 Akurasi
"Berita yang tidak akurat tidak bisa dipegang kebenarannya. ... Media massa yang berulang kali menyajikan berita tidak akurat akan kehilangan reputasinya, kehilangan kepercayaan dari audiensnya (pembaca/pendengar/pemirsanya) dan ditinggalkan." (halaman 99)
Salah satu hal yang sering diabaikan oleh redaksi dalam menyajikan akurasi ialah penyantuman atribusi. Atribusi di sini, yakni pengungkapan asal usul dan atau situasi narasumber saat dimintai kutipannya oleh si wartawan. Hal ini selain berguna untuk menunjang daya imajinasi pembaca, pun menjadi bukti pertanggungjawaban si wartawan ketika terjadi masalah terkait pemberitaannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kalimat jurnalistik ialah kesejajaran atau parallellisme. Kesejajaran itu antara lain, kesejajaran bentuk, konstruksi dan makna yang saling berhubungan. 

Kesejajaran bentuk dalam kalimat majemuk misalnya, "jika salah satu klausanya (induk kalimat atau anak kalimat) mengandung kata kerja aktif, klausa (induk kalimat atau anak kalimat) lainnya juga sebaiknya mengandung kata kerja aktif." (halaman 127) Demikian juga sebaliknya, jika salah satu klausa mengandung kata kerja pasif, maka keduanya menggunakan kata kerja pasif.

Kesejajaran konstruksi. Hal yang perlu diperhatikan adalah satuan gramatikal bahasanya, yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf. 

Kesejajaran makna, contohnya:
"Negara yang terancam terkena krisis global adalah Jepang, China, Korea Selatan dan ASEAN." (halaman 134)
Sepintas terlihat wajar. Namun, jika ditilik lagi, kata Jepang, China dan Korea Selatan termasuk nama negara. Sementara ASEAN adalah persekutuan negara-negara di Asia Tenggara. Inilah kesalahannya. Seharusnya, ditulis saja menjadi "...dan negara anggota ASEAN." atau "negara yang tergabung dalam ASEAN."

Bab 5 Hukum DM
Berdasarkan aturan tata bahasa Indonesia, dikenal istilah "diterangkan-menerangkan". Inilah yang dimaksud dengan hukum DM, "baik dalam kata majemuk maupun dalam kalimat, segala sesuatu yang menerangkan selalu terletak di belakang yang diterangkan." (wikipedia.org, akses 06 Maret 2015)

Bab 6 Kata Tidak
Setelah diajak berpikir nalar dan logis, memerhatikan akurasi dan hukum DM. Selanjutnya, wartawan juga dianjurkan untuk berhati-hati menggunakan kata tidak dalam menegasikan kata terdekat di belakangnya. Jangan ragu untuk memecah kalimat menjadi dua, daripada membingungkan.

Bab 7 Pemilihan Kata
Pemilihan kata atau yang kita kenal dengan diksi berperan penting dalam penyusunan kalimat jurnalistik. Beberapa kalimat kadang terkesan wajar, namun salah-salah bisa menimbulkan kesan berat sebelah atau memihak. Misalnya dalam penggunaan kata menyatakan, menegaskan dan mengungkapkan. Ketiga kata tersebut berarti mengatakan, tetapi memiliki nuansa yang berbeda satu sama lain.

Bab 8 Kata Pungutan (Adopsi)
Bahasa Indonesia sebagian besar merupakan bahasa serapan dari bahasa asing. Faktanya, tidak semua kata memiliki padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia. Lalu bagaimana? Dalam penulisan berita, membiarkan kata-kata tersebut tetap dalam bahasa aslinya bisa jadi lebih baik.

Bab 9 Penghematan Kata
Sama seperti yang diajarkan dalam pelajaran bahasa Indonesia di sekolah, kalimat yang baik adalah kalimat yang efektif. Kalimat efektif berarti hemat kata, kalimatnya tidak bertele-tele namun jelas pesannya. Dalam penulisan berita terdapat batasan halaman atau kolom (pada media cetak) dan durasi (media elektronik). Dengan demikian, penghematan kata sangat dibutuhkan dalam penulisan berita.

***
Dalam buku Seri Jurnalistik Kompas karangan A.M. Dewabrata, kali ini Kompas berbagi tips menulis kalimat jurnalistik yang baik dan benar dalam penulisan berita. Berbekal pengalaman almarhumah penulis sebagai wartawan di surat kabar Merdeka Jakarta, harian Pedoman, Berita Buana dan terakhir di Kompas, buku ini mampu menyajikan pedoman penulisan kalimat berita yang jelas, mudah dimengerti dan penting namun seringkali diabaikan oleh redaksi profesional sekalipun.

Buku ini sangat baik dibaca oleh mahasiswa-mahasiswi jurnalistik dan para jurnalis pemula. Secara pribadi, saya juga sangat merekomendasikan buku ini untuk dipakai di perguruan tinggi. Sebab, berdasarkan pengalaman saya, dosen-dosen di perguruan tinggi kebanyakan bicara soal kaidah penulisan jurnalistik, piramida terbalik, tata letak paragraf penulisan editorial dan kode etik jurnalistik. Namun jarang ada yang membeberkan contoh kesalahan dan perbaikan penulisan kalimat seperti yang mampu diulas buku seri jurnalistik media nasional terkemuka ini. Padahal, teori saja tidak cukup. Mahasiswa butuh arahan penulisan yang nyata. Bukan sekadar kaidah penulisan di awang-awang.

Sunday, January 11, 2015

Let us take alone time then


Aku percaya bahwa jika Tuhan memang ada dan Ia lah yang menciptakan hati kita, 
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang ini bukanlah Allah yang egois.
 Sampai-sampai Ia hanya membiarkan hati kita dipenuhi oleh-Nya.
 Ada ruang, pasti! yang memang Ia sediakan bagi kita untuk dipenuhi hal-hal lain,
 macam στοργή (Storge), φιλία (Filia) dan ἔρως (Eros).



Pada akhirnya, kata-kata hanya tinggal kata-kata saja.
Ketika seseorang melakukan kesalahan,
lantas... ia merasa bersalah dibuatnya,
kata "maafkan aku" seolah tak layak untuk dituturkan.
Ia hanya bertekad, "ya aku akan berubah",
"aku harus berusaha",
"ya, aku akan membuktikannya. Lihat saja nanti."
Tapi bagaimana?
Baginya, ia tidak layak mendapatkan penebusan* semudah mengucapkan kata "maaf".



*dengan kata lain: pengampunan.

Latar belakang foto disadur dari:
1. keepinspiring.me
2. fanpop.com