Labels

Saturday, December 10, 2011

Penusukan di Kopami P12

Kamis, 8 Desember 2011
Pukul 10 pagi, seorang mahasiswa UI ditusuk oleh 5 orang pria dan seorang wanita. Penusukan terjadi di Kopami P12. Semua barang korban berhasil dirampas pelaku.

Hingga kini, korban masih terbaring koma di RS dengan luka tusukan dalam di perutnya akibat melawan. Penumpang yang geram melihat kejadian tersebut sempat mengejar pelaku.

Kamis itu, sekelompok orang yang terbagi menjadi 2 orang tiap kelompok melakukan pencarian terhadap pelaku. Salah seorang dari mereka yang saya jumpai menyatakan ciri - ciri pelaku adalah orang Palembang dan wanitanya berkulit putih bersih.

Mereka yakin akan menemukan pelaku setelah diberitahu seorang ahli dari Tepekong bahwa pelaku akan kembali menaiki Kopami P12.

Beberapa orang telah diamankan ke kepolisian setempat. Setiap penumpang yang kedapatan membawa senjata tajam dan memiliki kemiripan fisik dengan pelaku segera dibawa ke kepolisian setempat. Sayangnya, pelaku masih belum ditemukan.

Saturday, December 3, 2011

Tugas Agama 2010


Keluarga Kristen Palalangon
<3 Hari 2 malam>
( Kamis, 4 Maret 2010 – Sabtu, 6 Maret 2010 )
SMAK Methodist XXI @ Gereja Palalangon
Palalangon adalah sebuah desa kecil, di mana semua penduduknya beragama Kristen. Di desa inilah saya dan teman – teman mengadakan ret – reat yang bertema ” Live in Palalangon ”.
Di Palalangon kami tinggal di rumah penduduk. Wow... benar – benar suatu pengalaman pertama bagi kami tinggal di rumah orang yang belum kami kenal. Kebanyakan rumah di sana masih sangat sederhana, tidak terkecuali rumah kami. Cecillia, Flora, dan saya tinggal di rumah Ibu Widya M. Markasan. Ibu kami jarang sekali berada di rumah. Sewaktu kami tiba saja, Ibu belum pulang. Jadilah kami di antar oleh tetangga terdekatnya.
Ibu Widya sejak lahir memang sudah tinggal di Palalangon dan beragama Kristen Protestan. Setelah lulus SMA, Ibu menikah dengan pak Iman Sutrisna. Pernikahan ini dikaruniai dua orang anak, 1 anak perempuan bernama Isna dan 1 anak lelaki bernama Anjar.
Ibu kami adalah seorang guru di sebuah SDN pedalaman jauh dari tempat tinggalnya, sekitar 4 jam perjalanan jauhnya. Hal inilah yang menyebabkan jarangnya Ibu berada di rumah. Setiap Senin Ibu pergi mengajar dan baru pulang pada hari Jumatnya. Selama hari – hari mengajarnya itu, Ibu tinggal di sekolah tersebut dengan seizin Kepala Sekolah setempat.
Sekarang Ibu tinggal bersama kedua orang anaknya. Suaminya sudah berpulang ke rumah Bapa di Surga. Semasa suaminya hidup, Ibu selalu pergi bekerja diantar suaminya.
Menurut saya, Ibu Widya adalah Ibu yang gigih dan tegar. Beliau juga merupakan hamba Tuhan yang setia dan berserah. Berdasarkan kisah yang kami dengar tentang Ibu Widya dari Kakak iparnya, saya semakin yakin dengan pendapat saya ini. Kisahnya, selama 1 tahun terakhir ini Ibu Widya mengalami cukup banyak pergumulan dalam hidupnya. Pertama, suaminya meninggal karena sakit jantung pada tanggal 4 Oktober 2009 di usianya yang ke-43 tahun. Kedua, Isna sempat mengalami kecelakaan motor tabrak lari yang mengakibatkan diamputasinya jempol kaki Isna. Hal ini bahkan membuat Ibu harus mengocek saku nya lebih dalam. Ketiga, Anjar sempat terjatuh dari pohon yang cukup tinggi, akibatnya Anjar pingsan dan menderita luka ringan pada kepalanya. Terakhir, hal ini terjadi saat kami bermalam di sana. Kami mendengar bahwa Ayah Ibu harus dilarikan ke Rumah sakit dan harus diamputasi kakinya.
Menghadapi semua itu, saya melihat Ibu tidak menjadi kacau dan menyalahkan Tuhan. Ibu juga tidak pernah terlihat mengeluh. Ibu bahkan tetap ramah dan penuh sukacita menyambut kehadiran kami.
Selain Ibu Widya, kami juga berkenalan dengan Ibu mertua dan kakak ipar Bu Widya. Kakak ipar Bu Widya bernama Ibu Mimi Kurniati. Beliau adalah seorang ibu rumah tangga, suaminya seorang wiraswastawan di Jakarta. Suaminya pulang sebulan sekali.
Bertolak belakang dengan pergumulan yang di alami Ibu Widya, Ibu Mimi beberapa waktu yang lalu justru baru saja merasakan anugerah dan mukjizat Tuhan dalam hidupnya. Ibu Mimi sempat mengalami koma tiga hari tiga malam di Rumah Sakit Imanuel. Beliau pun berdoa sepenuh hati, memanjatkan Doa Bapa kami terus menerus pada masa itu. Ibu Mimi juga sempat mengalami kesalahan diagnosa pada penyakitnya, kabarnya Ibu Mimi mengalami kerusakan pada paru –parunya, akan tetapi ternyata malah mengalami gangguan pada ginjalnya. Alhasil, sekarang ini Ibu Mimi benar – benar bersyukur pada Tuhan atas kesembuhan dan pemulihan yang telah diterimanya.
Keluarga Kristen di Palalangon sebagian besar tinggal bersama – sama, maksudnya sekompleks gitu. Hubungan kekeluargaan jadi terasa sangat dekat di sana. Setiap minggu semua warga bersama – sama beribadah di gereja. Pada hari – hari biasa sebagian besar keluarga juga melakukan saat teduh dan renungan setiap sore bersama – sama di rumah masing - masing.
Gereja Palalangon berdiri sekitar tahun 1902. Walaupun dulu gerejanya sempat mau dibakar para warga muslim sekitar, tetapi sekarang ini hubungan dengan warga Muslim di sekitar desa sudah membaik.
Banyak pelajaran yang saya dapatkan selama tinggal di Palalangon. Walaupun hidup sangat sederhana, asalkan Tuhan dan cinta keluarga beserta kita, sesulit apapun rintangan yang datang menghadang, yakin dan percayalah bahwa kita pasti bisa menghadapinya. Saat menghadapi masalah, kita harus selalu berserah dan yakin pada Tuhan. Kita juga harus selalu bersuka cita dalam Tuhan. Amin. ^^v
Mmmm...terus soal perbandingan antara keluarga Kristen pada umumnya dengan keluarga Kristen di Palalangon. Dalam kasus ini, yang dimaksud adalah keluarga Ibu Widya.

Keluarga Kristen
Menurut Alkitab, keluarga adalah tempat manusia beranak-cucu dan bertambah. Itulah tempat orang-orang diajarkan takut kepada Allah, dan belajar serta ingat apa yang Dia katakan (Ul 6.4-10).
Rumah tangga Kristen mempunyai peran penting sekali dalam maksud Allah, karena hubungan di rumah tangga juga hubungan dalam keluarga jemaat. Dalam rumah tangga itulah beberapa segi dari kehidupan Allah harus diasuh.
Membesarkan anak-anak adalah tugas bagi rumah tangga. Mengajarkan anak-anak akan iman adalah tugas orang tua sebelum tugas jemaat. Hubungan di tempat kerja bagi keluarga yang mempekerjakan adalah tanggung-jawab keluarga sebelum  tanggung-jawab negara.
Jadi salah satu tugas penting sekali bagi pemimpin rumah tangga adalah pertama-tama mengerti apa keluarga mereka, dan bagaimana mencocokkannya dalam maksud Allah. Yang kedua mereka harus berusaha keras memajukan tugas-tugas utama keluarga:
Saling tunduk, yaitu saling berlaku dengan cara menerima pertanggung-jawaban penuh atas peran mereka yang berbeda.
Saling membangun dalam iman Kristus
Mengajar anak-anak mereka dan orang lain yang tinggal di rumah agar mereka dapat mengenal Kristus.
Memelihara kelakuan di rumah tangga yang sesuai dengan kesalehan dan ukuran yang diterima pada umumnya.
Menurut saya, keluarga Ibu Widya merupakan Keluarga Kristen yang biasa saja. Dalam artian tidak fanatik dan muluk – muluk. Setidaknya keluarga Ibu Widya dibangun atas dasar kasih dan sebagai orang tua, Ibu Widya sudah menjalankan kewajibannya dengan baik, yaitu dengan mengajarkan dan mengenalkan tentang kasih Tuhan kepada anak – anaknya.

Friday, December 2, 2011

Empirisme vs Rasionalisme


Empirisme
Empirisme secara etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, dan “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.


Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, bukan akal.

Aliran ini bermula dari penolakan mereka atas dominasi logika Cartesian di daratan Eropa saat itu. Di samping itu, gelora Renaissance di daratan Eropa menginspirasi Dataran Britania Raya sampai ada istilah sendiri yaitu Enlightment (pencerahan).

Tokoh – tokoh empirisme yang terkenal antara lain, Francis Bacon (1561–1626), Thomas Hobbes (1588 – 1679), John Locke (1632–1704), George Berkeley (1685–1753), dan David Hume (1711–1776)

Empirisme adalah suatu aliran dalam metode ilmu pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman semata. Ilmu pengetahuan yang sejati adalah yang inderawi, yang terjadi dan ada secara nyata. Aristoteles (384-322 SM) adalah filsuf Yunani yang sudah terlebih dahulu menganut metode pengetahuan ini, jauh sebelum Francis Bacon, yang dikenal sebagai perintis empirisme. 

Aristoteles bertolak dari ajaran gurunya, Plato, yang menganut paham idealis – utopianis. Demikian juga Hobbes, Locke, Berkeley dan Hume, dalam hal mencetuskan metode berpengetahuan berdasar empirisme, bertentangan dengan metode rasionalisme, Rene Descartes. 

Menurut Bacon, metode yang benar ialah mengamat-amati alam semesta tanpa prasangka, setelah itu menetapkan fakta-fakta berdasarkan percobaan-percobaan yang berkali-kali dilakukan dengan cara yang bermacam-macam. Pemikirannya tersebut kemudian melahirkan metode ilmiah. Bacon juga beranggapan bahwa untuk mendapatkan kebenaran maka akal budi bertitik pangkal pada pengamatan inderawi yang khusus lalu berkembang kepada kesimpulan umum. Pemikiran Bacon yang demikian ini, kemudian melahirkan metode berpikir induksi.

Bacon telah meletakkan dasar-dasar bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat diusahakan melalui pengamatan, eksperimen-eksperimen dan penyusunan fakta-fakta. Bacon telah berhasil mempelopori di bidang metode penilitian sedangkan yang telah berhasil menyusun suatu sistem yang lengkap adalah Thomas Hobbes.

Ia berpangkal kepada eksperimen secara konsekuen. Sekalipun ia berpangkal pada dasar-dasar empiris, ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern. Materilisme yang dianut Hobbes yaitu bahwa segala yang ada bersifat bendawi. Bendawi yang dimaksud ialah segala sesuatu yang tidak tergantung kepada gagasan kita. Segala kejadian adalah gerak, yang berlangsung karena keharusan. Seluruh realitas bersifat bendawi, yaitu yang tidak tergantung kepada gagasan kita terhisap di dalam gerak itu. Dengan demikian maka pengertian substansi diubah menjadi suatu teori aktualitas. Segala objektivitas di dalam dunia luar bersandar kepada suatu proses tanpa pendukung yang berdiri sendiri. Ruang atau keluasan tidak memiliki “ada” sendiri. Ruang adalah gagasan tentang hal yang berada itu sendiri. Waktu adalah gagasan tentang gerak.

Empirisme dalam pandangan John Locke, semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal dari pengamatan atau refleksi dan sensasi. Lockemenentang teori rasionalisme yang mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurutnya, segala pengetahuan datang dari  pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. 

Satu-satunya sasaran atau objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea yang timbulnya kerena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection). Pengalaman lahiriah mengajarkan kepada kita tentang hal-hal diluar kita, sedang pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadaan psikis kita sendiri.

Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerjasama antara sensasi dan refleksi. Dimulai haruslah dari sensasi, sebab jiwa manusia itu waktu dilahirkan merupakan yang putih bersih. Barulah kemudian refleksi sebagai pemenuhnya.

Empirisme selanjutnya datang dari seorang uskup Anglikan berkebangsaan Irlandia bernama George Berkeley. Dalam risalahnya mengenai prinsip – prinsip dasar pengetahuan manusia,  Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge (1710), manusia melihat alam merupakan bahasa atau tulisan tangan Tuhan. Menurutnya, empirisme selanjutnya akan disebut subjektif idealisme.
Kaum empiris berpandangan bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui pengalaman. Hume seperti layaknya filosof Empirisme lainnya menganut prinsip epistemologis yang berbunyi, “nihil est intelectu quod non antea fuerit in sensu” yang berarti, “tidak ada satu pun ada dalam pikiran yang tidak terlebih dahulu terdapat pada data-data inderawi”.

Menurut Hume, dalam budi kata tidak ada suatu ide yang tidak sesuai dengan impression yang dikarenakan “hal” di luar kita. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman. “Hal” nya sendiri tak dapat kita kenal, hanya mendapat impression tersebut. Adapun yang bersentuhan dengan indera kita adalah sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal tersebut.

Substansi itu hanya anggapan (khayalan), sebenarnya tak ada. Penyebab kita mempunyai pengertian tentang sesuatu yang tetap (substansi) itu, tidak lain karena adanya perulangan pengalaman, sehingga kita menganggap mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak demikian.

Begitu pula pengertian lainnya yang tetap dan umum semuanya tak ada halnya. Kita tak mengetahui kesebaban, yang kita kenal hanya urut-urutan kejadian, misalnya : pukulan dan kemudian kita rasa sakit. Oleh karena itu, kita kerap kali merasa sakit setelah ada pukulan, kemudian ada asosiasi antara pukulan dan sakit mengatakan bahwa yang menyebabkan sakit itu pukul. Namun sebenarnya tidak demikian. Itu hanya anggapan kita saja.

Sebagai tokoh empirisme, Hume tidak mengakui hukum sebab akibat (kausalitas). Dalam hukum kausalitas pada umumnya ada anggapan bahwa penyimpulan dari masalah-masalah yang nyata didasarkan kepada hubungan sebab akibat. 

Hubungan sebab akibat, menurut Hume, didapatkan berdasarkan kebiasaan dan harapan belaka dari peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan satu sama lain. Orang sudah terbiasa di masa lalu melihat peristiwa matahari terbit di Timur selalu diikuti oleh peristiwa tenggelam di Barat dan ia akan mengharapkan peristiwa yang sama terjadi di masa yang akan datang. 

Bagi Hume, ilmu pengetahuan tidak pernah mampu memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat apriori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan kita tentang dunia. Pengetahuan kita hanya bisa bertambah lewat pengamatan empiris atau secara aposteriori.

Rasionalisme
Secara etimologis, rasionalisme berasal dari kata rationalism (bahasa Inggris), yang merupakan akar dari kata ratio (bahasa Latin) yang berarti “akal”. Menurut A.R. Lacey, rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi.

Para tokoh rasionalisme, pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan seperti René Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibniz, Christian Wolff dan Baruch Spinoza. Sedangkan pada abad ke-18, terdapat nama-nama seperti Voltaire, Diderot dan D’Alembert.

Pokok pemikiran Descartes (31 Maret 1596 - 11 Februari 1650) adalah bahwa akal merupakan satu-satunya jalan menuju pengetahuan. Di dalam buku Discourse on Method, dia mencoba untuk sampai pada pokok dari suatu asas atau pemikiran dasar. Untuk menerima itu, dia menggunakan sebuah metode keraguan atau “dubium methodicum”. Dia menolak semua pemikiran yang bisa diragukan, termasuk eksistensinya sendiri, diragukan pula olehnya. Selanjutnya, dia membangun kembali pemikiran itu untuk mendapatkan dasar yang kuat untuk pengetahuan yang murni. Pada awalnya, Descartes sampai pada satu prinsip dasar, yaitu berpikir ada. Berpikir tidak bisa dipisahkan dari dirinya, sehingga dia pun ada. Ungkapan ini lebih dikenal dengan cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada.

Descartes berpandangan bahwa segala yang inderawi dapat menipu, dengan kata lain tidak bisa dipercaya. Misalnya, sebuah sedotan yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air. Sedotan tersebut nampak bengkok, namun kenyataannya sedotan tersebut masih lurus – lurus saja. Oleh karena itu, kaum rasionalis berpendapat bahwa kebenaran maupun ilmu pengetahuan yang sejati adalah yang berdasarkan pemikiran, penalaran dengan akal sehat (rasio).
 


Sumber :
(http://gmnifia.multiply.com/journal/item/16/Filsafat_Empirisme)
(en.wikipedia.org/wiki/Empiricism)
(http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/56/54)
(http://filsafat.kompasiana.com/2011/03/26/rasionalisme-empirisme-dan-kritisisme/)