Foto: theviewspaper.net |
Salah satu nilai berita yang
menarik dan penting bagi khalayak ialah konflik. Konflik secara umum bersifat
luas dan beragam latar belakangnya. Dalam jurnalistik, konflik yang dimaksud,
yakni yang menjadi perebutan dominasi wacana; percecokan atau pertikaian yang
melahirkan ketegangan sosial yang ditandai oleh meluasnya konflik pada sesuatu
yang diperebutkan oleh pihak yang bertikai.
Wartawan merupakan garda
terdepan yang akan memosisikan media dalam ranah pikiran publik. Hal tersebut
sejalan dengan analisis framing dari
Fairlough yang menyatakan bahwa pengalaman individu atau framing device yang akan menentukan bagaimana media memandang isu
(Fairlough, 1997). Sejalan dengan itu pula, tidak heran bila jurnalis terkadang
mengalami conflict of interest dalam
penentuan lead dan angle liputan. Oleh karena itu, dalam
meliput konflik, redaksi atau institusi media sebaiknya mengirim jurnalis yang
mampu bersifat objektif dan terlepas dari konflik ketertarikan atau
keberpihakan dalam suatu isu.
Praktiknya, jurnalis kesulitan
meliput dari pelbagai sudut pandang dan konteks pemberitaan yang demikian
beragam. Dengan demikian, untuk memudahkan penyajian suatu peliputan konflik,
diperlukan agenda setting media yang
tegas. Di mana realitas cenderung dikonstruksi secara sosial karena media
prinsipnya ialah menceritakan kembali rangkaian peristiwa. Tahapan terkahir
peliputan media mengenai suatu konflik diserahkan ke dalam kuasa gatekeeper.
Jurnalisme Damai
Guna meminimalisir pemberitaan
media mengenai konflik yang destruktif, dibutuhkan pendekatan jurnalisme damai
secara kooperatif. Jurnalisme damai ialah cara membingkai berita yang lebih
luas, seimbang dan akurat menggambarkan analisa dan transformasi konflik.
Pendekatan jurnalisme damai memberikan peta baru untuk menelusuri hubungan antara
jurnalis, narasumber, cerita yang ia liput dan konsekuensi peliputan, termasuk
di dalamnya, etika intervensi jurnalistik.
Pada tahun 1959, seorang
veteran mediator damai asal Norwegia Profesor Johan Galtung membentuk dasar
petunjuk praktis pertama mengenai Manual Jurnalisme Damai. Petunjuk praktis
yang berisi hal-hal yang diperjuangkan jurnalis damai, yakni:
·
menghindari penggambaran konflik sebagai dua pihak yang memperebutkan
satu tujuan, di mana hasil yang mungkin adalah pihak yang menang dan pihak yang
kalah.
·
menghindari perbedaan antara diri sendiri dan orang lain, karena
pemisahan tersebut cenderung memicu keabsurdan penilaian karakter kedua pihak
yang tengah berkonflik.
·
hindari memperlakukan konflik sebagai sesuatu yang hanya terjadi di
tempat dan waktu kekerasan terjadi. Sebaiknya, coba untuk menelusuri hubungan
dan konsekuensi bagi orang di tempat lain pada saat itu dan di masa depan.
Konsep jurnalisme damai
dikembangkan berdasarkan penawaran bahwa membekali reporter dengan keahlian
resolusi konflik akan memungkinkan reporter tersebut menjadi professional yang
lebih efektif. Orientasi jurnalisme damai ialah kemanusiaan, di mana konflik
tidak hanya diwartakan sebagai sebuah peristiwa perang atau pertikaian,
melainkan literasi non kekerasan yang menjadi tanggung jawab jurnalis mengenai
konsekuensi pelaporan mereka.
Referensi: dari pelbagai sumber.
No comments:
Post a Comment