When I think of you
I'm thinking about the end
A mere pain
How many tears I have to drop because of you?
How long I have to wait for you?
Knowing that I'm the one who always wrong
Steady, still I wish you will be the one
who reach out of me, who lend me your hand
Pathetic me!
No more chat
No more chant
No more sleep tight
Here, remain the guilt
Only my tears
And now I'm here
the one who always think of you
hoping wind could flow away this
whisper: Ninakukosa.
Saturday, July 5, 2014
Wednesday, July 2, 2014
DANDHY LAYANI TANTANGAN DEBAT ARYA DI DEWAN PERS
![]() |
Suasana Diskusi Terbuka di Dewan Pers pada Rabu, 2 Juli 2014 |
Sahut-sahutan
di jejaring sosial Twitter antara Dandhy dan Arya berbuntut panjang. Dandhy Dwi
Laksono, pimpinan watchdoc sekaligus anggota AJI (Aliansi Jurnalis Independen) memenuhi
tantangan Pemimpin Redaksi non-aktif RCTI Arya Sinulingga dalam sebuah diskusi bertema
“Demokrasi di Newsroom dan Etika Jurnalistik”
di Dewan Pers pada Rabu sore, 2 Juli 2014. Turut hadir dalam diskusi ini Nezar
Patria, anggota Dewan Pers selaku moderator didampingi kedua penanggap, Imam
Wahyudi yang juga anggota Dewan Pers dan Ketua IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia) Yadi Hendriana.
Diskusi
yang disiarkan secara live streaming
di situs ictwatch.com/live/ ini dibuka dengan deklarasi posisi-posisi bias dari
Dandhy Laksono. “Yang kedua perlu dipahami bahwa saya akan men-declare potensi-potensi bias saya dalam
hal ini. Saya tidak mewakili siapapun, saya mewakili isu pribadi tetapi saya
punya beberapa potential bias atau conflict of interest.” Dalam deklarasinya
tersebut, Dandhy menjelaskan, “saya pernah bekerja di RCTI selama 3 tahun,
mengundurkan diri pada November 2008, disetujui pada Februari 2009. Saya pernah
di SCTV, di-PHK dalam kasus pembukaan undang-undang. Saya pernah bekerja di
beberapa media dan koran. Sekarang saya mengembangkan beberapa rumah produksi untuk
industri di beberapa TV seperti Kompas Tv, Global TV Indonesia. Saya anggota
AJI dari divisi penyiaran. Dan saya bukan tim sukses dari calon presiden
manapun baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan.”
Dalam
prolognya, Dandhy juga mempermasalahkan status Arya sebagai pemred RCTI
sekaligus anggota tim sukses Prabowo-Hatta. Yang mana berdasarkan seruan Dewan
Pers pada Februari 2014 dengan jelas menyatakan bahwa wartawan yang memutuskan
menjadi caleg, DPD maupun tergabung dalam tim sukses diberikan pilihan untuk non
aktif sementara atau mengundurkan diri sebagai wartawan.
Sadar
akan statusnya yang tidak lagi netral, Arya menjelaskan bahwa dirinya telah
berinisiatif menon-aktifkan diri, ketika masih menjadi pemred News di Global TV sejak Juli 2013, dari
urusan pers. “Saya 6 bulan, jauh-jauh hari sebelum Dewan Pers memberikan sebuah
seruan (sudah non-aktif).”
Arya
kemudian juga menanggapi tudingan Dandhy tentang ketidakprofesionalan dirinya
dengan menjawab, “Saya enggak tahu, Mas Dandhy ini wartawan apa bukan? Kalau
wartawan, lembaga persnya apa? Saya enggak tahu. Saya cukup bertanya-tanya
juga. Kalau peta berarti dia tergantung project.
Kala ada project jadi wartawan. Kala ga ada proyek tidak jadi wartawan. Mas
Dandhy ini wartawan berkala apa enggak? Kala iya, kala enggak. Wartawan
kala-kalaan.”
Menurutnya
persoalan non aktif ini terbagai dua, urusan pers dan urusan manajemen. “Urusan
pers, saya non aktif, urusan manajemen, saya aktif.” SP3 yang dijatuhkan kepada
mantan produser berita Seputar Indonesia Raymond Arian Rondonuwu, menurutnya
adalah salah satu contoh kasus penanganan dalam urusan manajemen.
Hal
inilah yang dipertanyakan Dandhy. Bagaimana mungkin seorang pemred non aktif
lantaran menjadi timses salah satu capres, yang katanya sudah mangkir sejak
Juli 2013 masih bisa masuk ruang redaksi pada 11 Juni 2014 dan memaksa
produsernya menaikkan berita yang masih bersifat dugaan sebanyak 3 kali sehari?
Kemudian memberi SP3 kepada produser siaran yang memprotes tindakan pemrednya
melalui i-news. 12 Juni 2014, Raymond
dipanggil menghadap Arya akibat nota protesnya. Rekaman pembicaraan saat itulah
yang belakangan tersebar di youtube
oleh akun Dark Justice pada 27 Juni
2014.
Selanjutnya
dalam diskusi, Dandhy Laksono maupun Arya diberikan kesempatan untuk
membeberkan kronologi permasalahan menurut versi masing-masing.
Minggu,
8 Juni 2014 diketahui bahwa Ketua FSP BUMN Bersatu (Ketua DPP Gerindra) Arief
Poyuono menyebar broadcast message
pertemuan Trimedya Panjaitan dan Budi Gunawan di restoran Sate Khas Senayan,
Menteng pada Sabtu 7 Juni 2014. Mereka hanya memiliki rekaman bukti pertemuannya
saja, bukan percakapannya. Pada hari yang sama, Tribunnews menjadi media yang
pertama kali memberitakan kasus ini. Baru kemudian, sehari setelahnya RCTI
untuk pertama kalinya ikut menyiarkan dan menyebut-nyebut nama Hadar Nafis
Gumay, komisioner KPU sebagai terduga yang membocorkan materi debat kepada timses
Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan. Trimedya kemudian bertemu Budi Gunawan.
Berita
soal pembocoran materi debat capres semakin dihebohkan dengan kemunculan
artikel di media online asatunews. Tertera headline: Pertemuan Gumay, Budi dan
Trimedya terkait Materi Debat Capres? Menurut penelusuran wartawan Tempo, redaksi
mendapatkan telepon yang mengatakan Hadar membocorkan soal pertanyaan debat
capres. Redpel asatunews, Purwadi Junaidi menuturkan bahwa narasumber anonim
itu mengaku pejabat tinggi KPU.
Berdasarkan
kronologis ini, Dandhy menyayangkan tidak adanya upaya pencarian klarifikasi
wartawan RCTI kepada narasumber terkait isu pembocoran debat capres tersebut di
atas. “Pertanyaan saya, adakah (wartawan RCTI) yang follow up ke Arief Poyuono, Bawaslu, Trimedya dan Budi Gunawan?”
Namun
menurut keterangan Arya, selama masih satu tim kerja yang resmi, mereka boleh
saja diwawancarai, boleh dikutip pernyataannya sebagai narasumber kredibel.
Menurutnya, ia tidak menyalahi kaidah dasar jurnalistik. “Masa mau
dikejar-kejar kalau tidak ketemu, yang ada sajalah. Coba Anda kejar saya, pasti
tak dapat.”
Kembali
ke persoalan SP3 Raymond, Arya menuturkan, kesalahan utama terletak pada
gelagat Raymond yang tidak pernah hadir dalam rapat-rapat evaluasi, budgeting maupun rapat-rapat perencanaan
berita Seputar Indonesia. Dalam rekaman tersebut, Arya terdengar geram dan
membawa-bawa kepolisian karena nota protes yang dilayangkan Raymond itu
bersifat memfitnah dirinya.
12
Juni 2014 pukul 21.13 ditemukan tulisan Raymond di halaman berita pada rundown
Sindo Malam dalam i-news. I-news
sendiri ialah sistem produksi berita untuk televisi tempat rundown berita
dibuat dan hanya bisa diakses oleh bagian produksi siaran dan koordinator liputan
(koorlip). "Cuma sebar gosip aja dia."
Akun Twitter @Triomacan2000 sepertinya udah jadi acuan tetap RCTI News yang juga bagian dari jaringan televisi terbesar se-Asia Tenggara///Kenapa:1. Karena panik/ ngga tau gimana caranya mojokin lawan///2. Karena ngga punya sumber yang kredibel///3. Karena pimpinannya/ tidak punya integritas/ dan kompetensi/// Tidak pernah berkarya di jurnalistik/ jadi tidak tahu/ atau tidak peduli dengan kode etik jurnalistik/ UU Pers/ dan UU Penyiaran///
Demikian
isi nota protes Raymond yang ditujukan pada atasannya itu.
“Siapa
yang follow @Triomacan2000? Mungkin dia nge-fans sama saya makanya dia follow
saya,” klarifikasi mantan Pemred News RCTI tersebut.
Terkait bukti-bukti yang dimiliki Dandhy, yakni mengenai rundown siaran berita RCTI, Arya meminta hal tersebut ditindak. "Satu lagi bapak Dewan, pencurian rundown."
"Ya, silakan kita bertemu di Mabes," tanggap Dandhy.
Diskusi
ini bagai magnet, orang banyak berjibun memenuhi ruang rapat pleno Dewan Pers
di lantai 7. Gerombolan awak media dan mahasiswa serta instansi jurnalis
terkait bahkan harus berdiri hingga ke luar pintu ruang rapat. Kemeriahan
diskusi ini juga nampak jelas dari kericuhan sorak sorai pendukung kedua kubu
yang berdebat. Sesi debat pun diakhiri dengan jabat tangan antara Dandhy dan
Arya.
Hmmph..sungguh-sungguh layaknya debat capres ya?
Hmmph..sungguh-sungguh layaknya debat capres ya?
Tuesday, June 10, 2014
KRIMINAL SEKALIGUS DISTRIBUTOR ILMU PENGETAHUAN
Menjalani
profesi sebagai penjual buku di Pasar Senen berperan selayaknya dua sisi mata
uang logam. Di satu sisi barang yang dijualnya merupakan jendela dunia yang
mampu mendistribusikan ilmu pengetahuan, sementara di sisi lain mereka juga
selaku pelanggar hukum.
Salah satu
pedagang buku yang saya jumpai berperawakan besar. Dibalik badannya yang besar
itu seolah terselip kepalanya yang kecil. Namun demikian, dengan bangga
pedagang buku yang memiliki 5 kios buku di Pasar Senen ini mempromosikan
dirinya sebagai yang paling kurus. “Cari aja, mba kalau ke sini. Bilang Egy
yang paling kecil.”
Pada umumnya,
pedagang-pedagang di Pasar Senen memang kumpulan anggota keluarga yang
sama-sama berdagang buku. Egy Kurniawan, misalnya sudah 10 tahun menjalani
profesi sebagai pedagang buku di Pasar Senen. Ketika ditanya alasan ia melakoni
peran ini, dengan gamblang ia menjawab, “ya, ikut bapak saja. Jadi penjual buku
karena mau nerusin usaha bapak.” Selain Egy, adiknya Rudi juga dipercayakan
menjaga sebuah kios buku. Jika kios buku Egy ada di gang agak kedalam tepat di
Terminal Senen, kios buku yang dipegang Rudi berada di depan gang.
Pedagang muda
berumur 29 tahun ini lahir dari ibu seorang Betawi dan ayah asli Medan. Ayah
sendiri telah menjadi seorang pedagang buku sejak kepindahannya ke Jakarta
tahun 1975. Awalnya para pedagang buku, seperti ayah Egy membuka kios-kiosnya
di Lapangan Banteng sebelum kawasan militer peninggalan Hindia Belanda itu
dijadikan RSUD Gatot Soebroto dan markas kesatuan marinir TNI Angkatan Laut.
Di gang yang
sempit dan sesak oleh kios-kios buku itu Egy berjualan sehari-hari, menemui
macam-macam pembeli mulai dari yang ramah hingga yang sadis menawar.
Sampai-sampai ia kadang harus rela melepas bukunya dengan keuntungan seribu
sampai tiga ribu rupiah saja. Di kiosnya sendiri, buku-buku yang dijajakan
mayoritas termasuk buku-buku sejarah, novel sejarah dan sastra. Sementara di
kios kedua miliknya, ia menjajakan buku-buku perguruan tinggi.
Bicara soal omzet
penjualan sehari-hari, jumlahnya terbilang fantastis. “Kalau sedang ramai,
sehari-hari bisa mendapatkan 5-6 juta rupiah,” tutur Egy. Itu baru satu kios
yang dikuasainya. Dan keluarganya memiliki 5 kios yang berbeda. Ayahnya menjual
buku-buku agama dan adinya Rudi menjual novel dan buku anak-anak. Dan pedagang
di sini tidak takut pada Satpol PP. Kata siapa pedagang buku bajakan itu tidak
membayar pajak? Buktinya, Egy dan pedagang lain setiap tahunnya harus membayar
pajak sewa tempat sekitar 12-15 juta rupiah. Kecuali kios yang ditempatinya,
kios yang satu itu sudah Selain itu, tambahnya, “kami juga ada bayar pajak
iuran tempat dan listrik per hari masing-masing Rp. 5000, 00. Pajak-pajak
tersebut ditagih oleh petugas Pasar Senen yang mereka sebut sebagai tukang
karcis dan lampu.
Lain lagi dengan
Venny, pedagang buku di gedung Pasar Senen. Berdagang di gedung ber-AC lantai
teratas tidak membuat harga sewa tempatnya lebih mahal. Jika harga sewa kios
buku di bawah ditagih per tahun. Kios buku di gedung Pasar Senen ditagih per
bulan Rp. 500.000, 00 sampai 1,5 juta rupiah per bulan. Di Kwitang, harga sewa
kios buku malah mencapai 27 juta per tahun. Sayangnya, beberapa pedagang tidak
bersedia mengungkapkan omzet penjualannya.
Mengenai
perannya yang digadang-gadang sebagai penjual buku ilegal, para pedagang
tersebut mengaku tidak takut pada Satpol PP. “Ya, orang saya jual di tempat
yang resmi dan tidak mengganggu badan jalan,” tegas Egy.
Menurut
keterangan para pedagang, razia buku bajakan jarang terjadi di daerah mereka.
Apabila ada razia pun, biasanya buku-buku akademis dan terbitan Salemba saja
yang dirazia. Dan untuk mengantisipasinya, ketika dikatakan ada razia, tentu
buku-buku bajakan disimpan di gudang dan kardus-kardus terbawah. Novel-novel
terbitan Gramedia, tutur Venny yang sudah berdagang buku sejak 1978, tidak
pernah menjadi perhatian aparat yang merazia.
Setali tiga uang
dengan pernyataan dan toleransi yang ditunjukkan Kasubdit. Penindakan
dan Pemantauan Dirjen HKI Ignatius Budi Prakoso, bahwa masih tingginya
permintaan masyarakat akan buku murah menjadi sebab masih disediakannya buku
bajakan dengan harga miring di kios-kios macam Pasar Senen dan Kwitang.
Para
pedagang buku ini sadar bahwa usaha mereka melanggar hukum namun dalam satu
suara mereka berujar, “kalau menjual buku asli semua, kan enggak semuanya
perekonomian orang cukup untuk membeli buku-buku asli.”
Dengan
demikian, para pedagang ini sesungguhnya menyadari peran ganda mereka. Dan
terlepas dari peluang pengayaan diri yang dilakukan mereka, harga buku yang
tinggi dan rendahnya jangkauan ekonomi masyarakat menjadi kesenjangan sosial
yang memberi celah perbanyakan illegal
copy.
Sayangnya,
ketika ditanya mengenai pasokan buku bajakan bagi kios mereka, para pedagang
sepakat tutup mulut. “Kalau soal itu maah susah, mba. Kami enggak berani
bilang, lagian orangnya ganti-ganti yang datang,” jelas seorang pedagang buku
di Kwitang yang tidak bersedia disebutkan namanya.
Menurut
keterangan Kabid. Pembajakan Buku IKAPI Johnri Darma Sagar, IKAPI pernah
menangkap beberapa agen pembajak di Kalisari. Namun setelah keluar dari
penjara, pelakunya berulah lagi dan membuka praktik pembajakan di daerah lain.
“Mereka tidak balik lagi ke lokasi awal karena kan ada police line yang mengelilingi.”
Subscribe to:
Posts (Atom)