Berikut adalah sekilas hasil penelitian yang sedang admin kerjakan. Tema penelitiannya terkait pemberitaan media siber di Indonesia yang berlandaskan ideologi agamis dalam mengangkat isu pernikahan beda agama. Isu yang ditiupkan ketika ada 3 orang mahasiswa, 1 mahasiswi dan seorang alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengajukan permohonan uji materi terhadap pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode analisis wacana kritis buah pemikiran Norman Fairclough.
Tabel 4. 45.
15 September 2014 pukul 16:33 (38 dari 71)
15 September 2014 pukul 16:33 (38 dari 71)
MUI: UU Pernikahan Cocok dengan Kondisi
Indonesia
|
|
Aktor
|
1.
Pemuda Muslim di Indonesia;
2.
Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI: Slamet
Effendy Yusuf;
3.
Presiden Soeharto;
4.
Kiai Masykur;
5.
Ulama NU
|
Tindakan
|
-
|
Peristiwa
|
Sejarah
perumusan UU Perkawinan No. 1/1974.
|
Keadaan
|
Hasil perjuangan para ulama dan pemuda
Muslim Indonesia.
|
Proses
Mental
|
UU Pernikahan hasil perjuangan dan sudah
cocok dengan kondisi Indonesia.
|
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –
Sejarah Undang-Undang (UU) Perkawinan yang berlaku merupakan buah dari
perjuangan pemuda terutama pemuda Muslim di Indonesia. “UU Perkawinan ini hasil
dari ijtihad ulama, termasuk ulama Nahdlotul Ulama dibawah pimpinan Kiai Masykur,”
ujar Slamet Effendy Yusuf, Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama
Indoensia (MUI) di Jakarta, Senin (15/9).
Sejarah
Undang-Undang (UU) Perkawinan di sini menjadi tema, yakni fokus utama pemberitaan.
Aktor yang dikedepankan peranannya adalah pemuda Muslim di Indonesia. Dari sini
jelas ada penegasan dari awal memang UU Perkawinan dibuat hanya oleh pemuda
Muslim, berdasarkan perspektif Islam semata. Tanpa memasukkan pendapat agama
lain. Paragraf kedua juga menjelaskan bahwa ada demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan mahasiswa dalam rangka menolak UU Perkawinan yang merupakan duplikasi
buatan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan pada paragraf keempat, dikatakan:
Gedung DPR/MPR dalam sejarah bangsa Indonesia baru dua
kali diduduki oleh mahasiswa. “Pertama akibat UU Perkawinan 1974 dan kedua
ketika pelengseran Presiden Soeharto pada 1998,” ujar dia.
Berarti sebenarnya, ada proses mental secara implisit bahwa UUP sejak
awalnya sudah menuai pro dan kontra. Bahwa pengesahan secara sepihak UUP No.
1/1974 dalam sejarahnya sudah dan pernah membuat masyarakat Indonesia geram dan
bergejolak. Namun tidak digubris dan tetap diterapkan hingga sekarang. Semua
demi tidak menyia-nyiakan perjuangan para pemuda Muslim Indonesia dan para Kiai
yang diminta Soeharto untuk merumuskan UUP, perjuangan yang merupakan “hasil musyawarah”
di garasi mobil rumah Kiai Masykur. Pertanyaannya, apakah yang penting hanya
pendapat para kiai? Lalu dimana peranan keempat agama lain dalam perumusan UUP
ini yang saat orde baru sudah diakui sebagai agama di Indonesia, seperti
pendeta (Kristen), romo atau pastur (Katolik), bhikkhu dan bhikkhuni (Buddha)
dan Pandita, Pedanda (Hindu)?
Berita selengkapnya tersedia di:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/09/15/nbxrwm-mui-uu-pernikahan-cocok-dengan-kondisi-indonesia.
Pembahasan di atas bisa jadi hanya berdasarkan subjektivitas peneliti. Jika ada yang berpendapat lain, silakan saja. Bebas koq. Karena toh hak kebebasan berekspresi termasuk didalamnya hak kebebasan berpendapat kan dilindungi oleh undang-undang. Woles aja, yang penting bebasnya enggak bablas.
Nantikan edisi skripsi utuhnya di suatu media pada waktu yang akan datang. Medianya bisa di blog ini bisa juga di media lain. Doakan saja. Hahaha... Selamat membaca. Semoga membuka perspektif baru bagi Anda.