Terdapat
2 asumsi mendasar mengenai pendekatan agenda setting media:
- Masyarakat pers dan media massa tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu
- Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting dari pada isu-isu lain
Masyarakat pers dan media massa
tidak mencerminkan kenyataan, mereka menyaring dan membentuk isu. Fakta yang
diterima masyarakat berasal dari pengolahan data dan informasi yang ada di
ruang redaksi suatu media. Tentunya setiap media memiliki agenda yang
berbeda-beda guna menjadi ciri khas dan meningkatkan daya jual kepada konsumen
media. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri menjadi berita, adalah peranan
gatekeeper untuk menyaring
topik-topik teraktual untuk disajikan di media massanya. Gatekeeper bisa
dilakoni oleh pemimpin redaksi dan editor media massa. Dengan kata lain, semua
fakta yang diterima oleh khalayak ialah kenyataan yang dibuat oleh media,
kenyataan tangan kedua (second-hand
reality).
Cohen membuat pengamatan mengenai
fenomena media ini, “the world will look different to different people
depending on the map that is drawn for them by writers, editors and publishers
of the paper they read.” [Dunia terlihat berbeda bagi orang yang berbeda
tergantung pada peta yang digambarkan bagi mereka oleh para penulis, editor dan
penerbit media yang mereka baca].
Dalam studi McCombs dan Shaw
terdapat dua variabel utama yang menjadi fokus mereka, yakni agenda
media (sebagai variabel independen) dan agenda publik (sebagai variabel
dependen). Analisis hubungan antar variabel yang dilakukan biasanya menekankan
pada pola hubungan satu arah atau bersifat linear, yaitu bahwa agenda media
memengaruhi terbentuknya agenda publik. Ini merupakan bukti bahwa kebanyakan
peneliti pada saat itu masih percaya bahwa efek media bersifat langsung,
sehingga studi mereka lebih banyak berorientasi pada upaya pengukuran besarnya
efek media. Kelemahan teori ini terletak pada sudut pandangnya yang menganggap
khalayak pasif.
Konsentrasi media massa dalam menayangkan beberapa isu dan subjek dianggap khalayak sebagai isu-isu yang lebih penting dibanding isu-isu lain. Agenda setting terjadi melalui sebuah proses kognitif yang dikenal sebagai “accessibility”, kemampuan mengakses yang mana mengimplikasikan semakin suatu isu terus-menerus disajikan oleh media massa, semakin isu tersebut dapat merasuk dan melekat di dalam ingatan khalayak.
Media mampu memengaruhi tentang apa
saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya
mampu memengaruhi bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan menyebutnya
sebagai framing.
Willian
F. Degeorge (1981) berpendapat bahwa kemampuan media memengaruhi perubahan
kognitif dianggap berhasil dari proses selektif yang ditentukan oleh para
gatekeeper, setelah menentukan kejadian mana yang banyak diberitakan atau
tidak. Kemudian para model analisis isi, Degeorge memberikan ulasan bahwa model
agenda setting yang biasa digunakan untuk menggambarkan hubungan antara agenda
media dengan agenda public, dengan memunculkan 3 model, yakni kesadaran (awareness), penonjolan (salience) dan prioritas (priorities). Media dapat dianalisis
untuk menentukan hal-hal yang menonjol, terhadap isu-isu yang dimunculkan media
massa.
McCombs dan Shaw kembali menegaskan
tentang teori agenda setting bahwa “the media may not only tell us what to
think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps
even what to do about it.” (McCombs, 1997).
Di bawah ini adalah konseptual proses agenda setting:
Framing dan Priming Media
Dalam model tersebut, realita yang mengarah pada hubungan
timbal balik antara agenda media dan agenda publik kurang mendapatkan
perhatian. Seringkali terlupakan bahwa framing dan priming agenda
media, dan tingkat kemenonjolan (salience) isu/kejadian pada agenda
publik merupakan proses tidak berujung dan tidak berpangkal. Kurang perhatian
terhadap ’proses’ baik dalam bentuk agenda media maupun agenda publik,
menyebabkan studi agenda setting kurang mampu menjelaskan mengapa
isu-isu tertentu, yang disiarkan oleh media tertentu mempunyai pengaruh
tertentu, bagi audiens tertentu.
Framing adalah
sebuah proses yang mana jurnalis, reporter, editor mengemas isu/kejadian
menjadi sajian yang lebih menyentuh dan lebih menarik. Priming adalah sebuah metafora, yaitu kemampuan program pemberitaan
untuk memengaruhi kriteria yang dapat digunakan oleh para individu untuk
menilai penampilan pemimpin politik mereka.
Faktor-faktor
yang memengaruhi ada tidaknya pengaruh agenda
setting (pengaruh agenda media terhadap agenda publik) disebut
faktor kondisional, yang dapat dapat dikategorikan menjadi 2 sebagai berikut:
1. Dari perspektif agenda
media adalah sebagai berikut: framing; priming; frekuensi dan
intensitas pemberitaan/penayangan; dan kredibilitas media di kalangan audiens.
2. Dari perspektif agenda
publik adalah sebagai berikut: faktor perbedaan individual; faktor
perbedaan media; faktor perbedaan isu; faktor perbedaan salience; faktor
perbedaan kultural.
Perbedaan
individual : pengaruh agenda setting
akan meningkat pada diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap
isu-isu yang disajikan oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa
perhatian individu terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas
pengalaman, derajat kepentingan, perbedaan ciri demografis dan sosiologis.
Perbedaan media: setiap media
memiliki porsi pengedepanan pemberitaan yang berbeda. Framing dan priming
merupakan salah satu bukti akan hal ini. Tekanan dan porsi yang berbeda
berpengaruh terhadap daya terima agenda media oleh khalayak. Media yang lebih
diterima oleh khalayak berpotensi memberikan efek agenda setting yang lebih besar.
Perbedaan isu: topik
pembahasan yang sedang berkembang dan hangat dibincangkan publik. Berdasarkan
jenisnya, isu bisa dibedakan menjadi:
- Obstrusive issues adalah isu-isu yang berkaitan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman individu atau khalayak. Artinya, bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh khalayak tentang isu yang bersangkutan bukan berasal dari media, akan tetapi sudah dimiliki sebelumnya. Sebaliknya, unobstrusive issues adalah isu-isu yang tidak berkaitan langsung dengan pengetahuan/pengalaman audiens. Bukti empirik menunjukkan bahwa efek agenda setting lebih besar ditemukan pada individu-individu yang mempunyai keterlibatan langsung dengan isu yang disiarkan.
- Selective issues adalah sejumlah isu yang dipilih secara khusus, dengan alasan tertentu untuk kemudian diukur pengaruhnya pada khalayak tertentu. Pemilihan isu bisa dilakukan dengan melakukan analisa terhadap isi media massa, kemudian memilih sejumlah diantaranya yang dianggap lebih menonjol dibandingkan yang lain, atau bisa juga dengan cara mengambil topik-topik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.
- Remote issues adalah isu-isu yang sama sekali di luar individu, kelompok, atau masyarakat, baik secara geografis, psikologis, maupun politis. Bukti-bukti yang dikumpulkan untuk mengevaluasi pengaruh agenda setting berkaitan dengan remote issues masih bersifat perdebatan. Artinya, beberapa temuan menyebutkan bahwa remote issues mempunyai efek agenda setting lebih besar. Akan tetapi, pada saat yang hampir bersamaan, temuan lain menyebutkan bahwa remote issues tidak memunyai efek sama sekali.
Perbedaan salience: yaitu
pemilihan isu berdasarkan perbedaan nilai kepentingan, dilihat dari sisi
khalayak. Masing-masing pilihan akan menimbulkan efek agenda setting yang berbeda.
Perbedaan
kultural: setiap kelompok masyarakat akan menanggapi dan merespon
isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan memengaruhi efek agenda
setting yang ditimbulkan. Teori norma
budaya yang dikembangkan de Fleur (dalam Haryanto, 2003) menyebutkan bahwa
pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan
kesan-kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya
yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal. Sekalipun dipercaya
bahwa media mampu membentuk dan merubah norma baru sebagai acuan hidup bagi
kelompok masyarakat tertentu, namun bukti-bukti yang ditemukan belum sepenuhnya
mendukung hipotesa tersebut. Bukti-bukti empirik yang paling kuat adalah media
massa lebih mudah memperkokoh sistem budaya yang sudah berakar dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, pengukuran efek agenda setting seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati sistem budaya
yang dianut oleh individu, kelompok atau masyarakat.[1]
Terdapat 3
efek agenda setting yang dikemukakan oleh Siune dan Borre:
1. Representasi : media merefleksikan
agenda publik.
2. Persistence (keteguhan): pemeliharaan
agenda yang sama oleh publik.
3. Persuasi: media melalui agenda setting
berpotensi memengaruhi opini publik.
Singkatnya,
cara kerja agenda setting ialah agenda media memengaruhi agenda publik,
kemudian agenda publik memengaruhi agenda kebijakan. Hal-hal yang ditayangkan
dan diberitakan media massa menjadi pengetahuan publik, sehingga luas
diperbincangkan dan diperdebatkan dalam forum-forum publik (agenda publik).
Agenda media memicu perhatian publik, kemudian dikembangkan. Isu-isu besar akan
bertahan lama, isu-isu minor hanya akan timbul sesaat kemudian dilupakan.
Beberapa media acapkali memanfaatkan efek ini guna menutupi isu-isu yang
merugikan media tersebut atau penguasa media tersebut. Isu yang menonjol
kemudian memicu opini publik, yakni sentimen kolektif dari sebuah populasi
terhadap subjek tertentu. Dan spiral keheningan adalah respon dari pergeseran
opini orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
[1] Dikutip dari
http://adiprakosa.blogspot.com/2007/11/agenda-setting.html.
Antoni.
2004. Riuhnya Persimpangan Itu: Profil dan Pemikiran Para Penggagas Kajian Ilmu
Komunikasi. Jakarta: Tiga Serangkai.
Freeland,
Amber M. 2012, 12 November. An Overview
of Agenda Setting Theory in Mass Communications [pdf]. Tersedia di:
https://www.academia.edu/3355260/An_Overview_of_Agenda_Setting_Theory_in_Mass_Communications.
[Akses: 25 Maret 2014].
Hasrullah.
2001. Megawati dalam Tangkapan Pers. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.
McCombs,
Maxwell. 2013. Setting The Agenda: The Mass Media and Public Opinion. John
Wiley&sons.
Meja
Laptop. 2012. Asumsi-Asumsi Teori Agenda Setting
[online]. Tersedia di:
http://blogilmukomunikasi.blogspot.com/2013/12/asumsi-asumsi-teori-agenda-setting.html.
[Akses: 25 Maret 2014].
-----------------.
2012. Teori Agenda Setting Komunikasi
[online]. Tersedia di:
http://blogilmukomunikasi.blogspot.com/2013/12/teori-agenda-setting-komunikasi.html.
[Akses: 25 Maret 2014].
Panji,
Yearry. 2008, 21 Mei. Teori Agenda Setting
[online]. Tersedia di:
http://yearrypanji.wordpress.com/2008/05/21/teori-agenda-setting/. [Akses: 24
Maret 2014].
University
of Twente. 2014, 2 Februari. Agenda
Setting Theory [online]. Tersedia
di:
http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Mass%20Media/Agenda-Setting_Theory/.
[Akses: 25 Maret 2014].
West,
Richard; Lynn H. Turner. 2007. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi Edisi 3 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.