Sabtu, 17 Desember
2011
UI..aku
daaaaatttttttaaaaaaaaaang!!!!!
Wuuii...senang naa,
akhirnya bisa juga menjejakkan kaki di UI. Aromanya rerumputan basah.
Wii..pokok kee UI luas tenan.
Sabtu itu, UI
mengadakan workshop “Pers Kampus 2011” di auditorium gedung Ilmu Komunikasi,
FISIP. Workshop dibagi ke dalam 2 sesi dengan 2 pembicara di masing – masing
sesi. Dapat makan pula.
Sekitar pukul 09.30
sesi pertama dimulai. Dibuka dengan kata
sambutan dari Ketua Pelaksana Workshop ini, Pak A.G. Sudibyo. Dari kata
sambutan beliau, sekilas sejarah pers kampus dipaparkan. Kita jadi tahu betapa
menegangkannya situasi pers masa Orde Baru. Sering kali harap – harap cemas
akan ada lagi teman seperjuangan yang hilang. OrBa telah berlalu, lalu apakah
tantangan bagi aktivis pers kampus masa kini?
Jawabannya datang
dari pembicara pertama kita, General Manager News and Sports tvOne, Totok Suryanto. Menurut beliau,
tantangan utama yang harus dihadapi aktivis pers masa kini adalah semangat
untuk terus belajar. Apa pun halangan dan rintangannya, kunci utama untuk
melaluinya yaitu dengan memiliki semangat yang terus berkobar dan tidak pernah
redup.
Totok
banyak menceritakan pengalaman – pengalamannya sebagai wartawan dan
menggambarkan kepada kita suasana di ruang redaksi. Bagi seorang wartawan,
ruang redaksi merupakan rumah kedua. Semua anggota dalam ruang redaksi adalah
jurnalis. Orang –orang yang bekerja dalam newsroom system, tim gathering
(reporter, kameramen, supir), tim koki (produser, presenter, editor), broadcast
people (program director & awak ruang kontrol) beserta kru studio bekerja
sama mempersembahkan berita yang terbaik dan teraktual, berkutit dengan
teknologi – teknologi termuktahir.
Beliau
juga mengajarkan kita untuk selalu menjadi seorang penantang bukan pemenang.
Merasa diri sebagai pemenang hanya membuat kita menjadi sombong, sementara
penantang adalah orang yang selalu berusaha bersaing.
Pembicara
selanjutnya adalah salah seorang Guru Besar FISIP UI Prof. Sasa Djuarsa
Sendjaja. Topik pembicaraan yang beliau sampaikan mengenai regulasi penyiaran
di Indonesia antara idealisme dan realita bisnis. Sebagai seorang mantan ketua
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), beliau banyak menceritakan konsepsi media
penyiaran di Indonesia dan realitas perkembangan penyiaran di Indonesia.
Bisnis penyiaran bukanlah bisnis biasa karena
menggunakan frekuensi sebagai ranah publik yang sumber dayanya terbatas. Oleh
karena itu, penyiaran harus diregulasi.
Prof. Sasa berteori
bahwa media adalah refleksi masyarakat. Media yang baik mencerminkan masyarakat
yang baik, media yang buruk mencerminkan masyarakat yang buruk pula.
Menurut Sejarahwan
Amerika Serikat Paul Johnson, terdapat 7 dosa terbesar pers yaitu 1) Distorsi
Informasi, 2) Dramatisasi fakta palsu, 3) Mengganggu privasi, 4) Pembunuhan
karakter, 5) Eksploitasi seks, 6) Meracuni benak pikir anak – anak, dan 7)
Penyalahgunaan kekuasaan (power abuse).
Naah, KPI berperan
dalam mengawasi dan mengontrol agar media penyiaran Indonesia tidak melakukan
ketujuh dosa besar tersebut.
Prof. Sasa
menuturkan masih banyak yang perlu diperbaiki dalam dan oleh KPI. Oleh karena
itu, KPI selalu melakukan audit metodologi.
Sesi pertama pun
berakhir. Presentasi yang dibawakan kedua pembicara mengesankan dan mengena di
hati serta perut (lapar maksudnya).
Usai makan siang,
kita berlanjut ke sesi dua. Topik yang dibawakan adalah tahap – tahap penulisan
dalam jurnalistik dan menulis tajuk rencana.
Pembahasan dimulai
dari hal yang paling mendasar, yaitu definisi menulis. Menulis adalah
mengutarakan fakta, gagasan, dan perasaan yang ditransformasikan dalam bentuk
teks. Penulisan karya jurnalistik termasuk penulisan karya ilmiah dimana
penggunaan bahasa dan diksi sangat penting untuk dikuasai oleh penulis. Bahasa
ilmiah sendiri mengutamakan konsep dan karya ilmiah itu ketat bahasa.
Tahap – tahap
penulisan karya jurnalistik, 1) Menentukan topik, 2) Mengumpulkan data untuk
memahami topik secara rinci, 3) Bertanya kepada orang – orang yang memahami
topik tersebut (narasumber), 4) Melakukan peninjauan langsung, terakhir 5)
Menghimpun data.
Topik berbeda dengan
tema. Topik melingkupi persoalan atau bidang masalah yang dipilih untuk
ditulis, didisertasikan atau dibahas. Tema ialah keterangan singkat mengenai
topik. Dalam memilih topik pembahasan disarankan untuk membahas topik yang
penting bagi khalayak, informatif, topik yang mendidik atau menyenangkan bagi
khalayak, ruang lingkup kecil, aktual atau terkini dan merupakan pembahasan yang dikuasai oleh penulis.
Topik terakhir
dibawakan Prof. Zulhasril Nasir. Beliau mengajarkan kepada kita membuat tajuk
rencana yang baik serta menjelaskan pentingnya membuat tajuk rencana.
Tajuk rencana
merupakan tulisan opini yang berfungsi sebagai ruang atau kesempatan bagi
redaksi untuk memberikan pendapat yang membedakannya dengan tulisan – tulisan
faktual (news).
Dalam menulis tajuk
rencana, Prof Nasir mengajarkan kita untuk selalu menempatkan diri sejajar
dengan publik sehingga kita dapat bersikap demokratik, terbuka dan menghidari
diri dari sikap menggurui. Menulis harus dengan sikap rasional dan tidak
membakar atau memperluas konflik melainkan meredam atau mendinginkan.
Sesi kedua terasa
kontras dengan sesi pertama. Walaupun sesi kedua terasa membosankan, namun
pembahasan yang dibagikan sama bermanfaatnya dengan sesi pertama. ^^v
No comments:
Post a Comment